Analisis
(MI) : Begitulah
gambaran perjalanan pemerintahan kita selama sepuluh tahun terakhir ini. Atas
nama demokrasi, kebebasan berpendapat maka jalannya pemerintahan sepanjang
jalan ceritanya dicecar terus oleh beberapa media vulgar untuk menggiring opini
publik seakan-akan jalannya pemerintahan tidak membawa nilai, perbaikan dan
pertumbuhan. Tetapi ketika menjelang akhir justru pujian mengalir dari media
yang sama pula seiring dengan beralihnya cara pandang dan kepentingan mereka
menghujat dari Presiden eksisting ke para Capres yang didukungnya.
Sejak
awal kita berpandangan bahwa dalam setiap ide dan tulisan yang kita
publikasikan, rangkaian kalimat yang kita sampaikan selalu ingin menyatakan
niat khusnuzon. Tidak ingin berputar pada alinea menyalahkan tetapi pada
hasrat yang menggebu untuk menempatkan nilai prestasi pada koridor yang
pantas. Banyak hal yang sudah dicapai dalam perjalanan pemerintahan SBY
tetapi apakah hasil itu kemudian bisa dipublikasikan secara proporsional oleh
media “independen” kita. Jawab jelasnya tidak. Yang diberitakan oleh
media dengan tanda kutip independen itu lebih banyak publikasi hujatan,
prasangka buruk, caci maki dan ejekan diluar batas-batas kepatutan untuk sebuah
media berita. Pura-pura independen tetapi sejatinya untuk menyuarakan
kepentingan pemilik medianya.
Pertumbuhan
ekonomi rata-rata diatas 5 % selama sepuluh tahun merupakan prestasi yang
pantas dipublikasikan termasuk peningkatan kesejahteraan. Kekuatan
ekonomi RI menjadi 10 besar dunia dan peningkatan pendapatan perkapita yang
signifikan membuat lembaga keuangan dunia mengapresiasi kepemimpinan SBY.
Kepemimpinannya yang penuh perhitungan sehingga dianggap sebagai peragu
belakangan baru dipahami sebagai bagian dari strategi kecerdasan untuk
membangun harkat dan martabat. Contohnya masalah Ambalat ketika memanas di awal
pemerintahan SBY.
Ketika
masalah itu sempat mendidihkan adrenalin bangsa ini, Presiden SBY justru
melontarkan statemen diplomasinya yang halus dan tidak ingin membakar hasrat
bermusuhan dengan Malaysia. Dia katakan bahwa antara Indonesia dan
Malaysia adalah tetangga yang punya banyak kesamaan, disana ada jutaan TKI
yang mencari nafkah, maka segala perselisihan teritorial hendaklah
diselesaikan di meja perundingan. Waktu itu banyak orang yang “gondok”
dengan sang Presiden yang ternyata tidak lantang menyanyikan lagu maju tak
gentar.
Namun
perjalanan berbangsa kemudian membuktikan bahwa Panglima Tertinggi sejatinya
“marah besar” dengan polah jiran sebelah yang meremehkan teritori Indonesia.
Disamping itu berdasarkan kajian intelijen cuaca di Laut Cina Selatan
diprediksi dalam beberapa tahun kedepan akan bergelombang dan
membahayakan. Maka melalui rembug nasional yang melibatkan Kemhan dan
Parlemen dibuatlah strategi besar untuk memperkuat militer RI dengan belanja
alutsista secara besar-besaran, terbesar sejak era Dwikora. Disiapkan
anggaran US$ 15 Milyar untuk modernisasi militer kita selama tahun 2010-2014
yang dikenal dengan Minimum Essential Force (MEF) jilid satu.
Kini
setelah rencana besar itu digulirkan lima tahun lalu, hasilnya adalah
mengalirnya dengan deras beragam alutsista untuk mengisi satuan tempur
hulubalang republik. Yang lebih membanggakan lagi adalah menggeliatnya
industri pertahanan dalam negeri seperti PT PAL, PT DI, Pindad dan industri
hankam swasta nasional untuk ikut meramaikan produksi alutsista buatan anak
negeri maupun kerjasama produksi dengan negara lain. Bukankah ini sebuah
prestasi untuk meningkatkan harkat dan martabat. Bayangkan kita sekarang
punya 300 Panser Pindad, 12 Kapal Cepat Rudal, 2 LPD, murni produksi anak
bangsa. Bukankah itu membanggakan harkat dan martabat.
Penggiringan
opini publik memang luarbiasa selama sepuluh tahun ini. Kebebasan
menyuarakan suara miring seakan-akan republik ini menjadi negara gagal
sangatlah memalukan. Ada yang menyebut negeri auto pilot sambil membawa
kerbau, bahkan ada yang menyebut negeri ini negeri para bedebah dengan puisi
karangannya seakan-akan dialah satu-satunya malaikat, sementara penghuni
republik ini setan semua. Kalau mau diurai terlalu banyak umpatan, caci
maki dan ejekan dalam serial pemerintahan menjelang satu dasawarsa ini.
Nah,
sekarang ketika pemerintahan ini menjelang tutup buku untuk digantikan
pemerintahan yang baru, hujatan itu tak ada lagi berganti dengan sanjungan dan
pujian. Dikatakan bahwa SBY adalah seorang negarawan, seorang
politisi santun yang telah mampu membawa berbagai kemajuan dan kebanggaan untuk
negeri ini. SBY adalah jendral cerdas yang perlu dicontoh oleh presiden
berikutnya. Ironi bukan, dunia sudah jauh-jauh hari menyatakan
keberhasilan yang mampu meningkatkan harkat dan martabat itu, baru kemudian
pujian itu dilantunkan di pasar media dalam negeri oleh pasar yang sama pula
yang dulunya menghujat.
Bagi
kalangan militer SBY telah menoreh sejarah emas untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas persenjataan hulubalang republik termasuk peningkatan
kesejahteraan para prajurit. Demikian juga kalangan yang memiliki visi
perspektif dan bernaluri khusnuzon, termasuk tetangga kiri kanan sudah sejak
lama mengapresiasi kepemimpinannya baik dari sisi kemajuan ekonomi, peningkatan
kesejahteraan, hubungan luar negeri, kecerdasan diplomasi dan perkuatan
pertahanan.
Tidak ada
gading yang tak retak, demikian juga dengan gaya kepemimpinan SBY.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Masih banyak yang harus dibenahi
untuk negeri majemuk ini, dan bangsa besar ini akan terus berjalan menikmati
eksistensi dan pertumbuhannya. Maka ketika kita memandang dari sisi itu
niscaya penilaian proporsional pada akhirnya akan menempatkan nilai Presiden ke
enam itu sebagai seorang yang telah mampu mengantar negeri ini ke pintu
martabat dan harkat yang jauh lebih baik dan bernilai memuaskan.
Sumber : Analisis