Latihan
udara sepuluh tahun lalu itu menyoroti keandalan pilot jet tempur Angkatan
Udara India (IAF), efek menggunakan jet tempur Rusia dan kekurangan yang fatal
dalam pola pelatihan pilot Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).
Adalah
latihan Cope India 04 antara IAF dan USAF yang diadakan di India pada 15-27
Februari 2004. Latihan tempur ini tidak hanya menjadi pemberitaan utama
media-media India karena menandai awal dari babak baru hubungan bilateral
antara India dan AS, tetapi juga karena pilot IAF berhasil memenangkan 90
persen pertempuran udara atas jet tempur F-15 USAF dari Wing 3 yang berbasis di
Pangkalan Angkatan Udara Elmendorf, Alaska.
Hasil
latihan tempur ini memang mengejutkan, entah mengapa bisa terjadi. Menurut Pentagon,
beberapa keterbatasan telah menurunkan kemungkinan F-15C menang terhadap jet
tempur India.
Yang
pertama, kurang canggihnya radar AESA (active electronically scanned array)
pada F-15 USAF. Kedua, dalam pertempuran udara F-15 tidak diberikan kesempatan
untuk menggunakan rudal BVR (diluar jangkauan visual). Menurut Pentagon, hal
ini karena permintaan India agar USAF tidak menggunakan AMRAAM (rudal BVR).
Selain itu, dalam menghadapi pilot USAF, India mengirimkan pilot yang paling
berpengalaman, sedangkan armada F-15 USAF adalah skadron standar yang berarti
terdiri dari campuran pilot yang berpengalaman dan kurang berpengalaman.
Apapun
alasannya dan terlepas dari semua aturan latihan pertempuran udara tersebut,
hasil latihan membuktikan bahwa pilot India memiliki tingkat keterampilan dan
kesiapan yang baik.
Dalam
sebuah artikel yang diterbitkan pada Februari 2014 di Russia & India Report,
oleh Rakesh Krishnan Simha, menyebutkan David A. Fulghum dalam laporan latihan
Cope India untuk majalah Aviation Week & Space Technology yang mengutip
pernyataan Kolonel Mike Snodgrass, komandan Wing-3: "Hasil dari latihan
disebabkan karena mereka (IAF) menggunakan taktik yang lebih modern dari yang
kami kira. Mereka sudah siap dengan taktik mereka, dan jika taktik itu tidak
bekerja, mereka segera mengubahnya."
Berbicara soal kurang canggihnya radar AESA pada F-15, faktanya jet tempur yang
India gunakan saat itu juga memiliki kekurangan. Jet tempur yang IAF gunakan
juga tidak memiliki radar AESA yang baik karena itu adalah Sukhoi Su-30MK
Flanker. Pada Cope India 04, India sengaja tidak menurunkan Su-30MKI yang
faktanya lebih canggih dari Su-30MK.
Flanker tersebut juga bukan satu-satunya jenis pesawat yang mengalahkan Eagle
(F-15) dalam latihan pertempuran udara tersebut. Ada juga pesawat lain yang
terbukti canggih dalam Cope India 04, yaitu MiG-21 Bison, versi upgrade dari
MiG-21 yang juga buatan Rusia. Visibilitas radar yang rendah, instant turn
rate, akselerasi dan helmet mounted sight yang dikombinasikan dengan
high-off-boresight rudal udara-ke-udara R-37 adalah beberapa diantara faktor
yang membuat MiG-21 upgrade menjadi mematikan bagi Eagle.
Pada Cope India 2005, USAF mengerahkan beberapa F-16 menghadapi campuran Su-30
IAF. Namun hasil latihan juga tidak jauh berbeda dari latihan tahun sebelumnya,
dengan pilot India mampu memenangkan sebagian besar pertempuran udara.
Namun menurut Simha, kinerja buruk dari pengawak jet tempur USAF selama latihan
pertempuran udara adalah juga karena AS masih menggunakan taktik lama yaitu
taktik era Perang Dingin. Dimana taktik GCI (ground-controlled interceptions)
telah menurunkan kemampuan pilot USAF dalam situasi pertempuran udara seperti
pada Cope India.
Tetapi
kill ratio (rasio membunuh) 9:1 yang diraih pilot IAF atas jet tempur USAF
selama Cope India 04, juga dicapai berkat keterampilan mereka, sebagaimana
perwira USAF Kolonel Greg Newbech mengatakan: "Apa yang kita saksikan
dalam dua minggu terakhir adalah IAF bisa bersanding dengan angkatan udara
terbaik di dunia. Saya merasa kasihan pada pilot yang harus menghadapi pilot
IAF atau yang meremehkannya, karena ia tidak akan pulang kerumah. Mereka (pilot
IAF) membuat keputusan yang baik tentang kapan harus memulai serangan. Ada
pertukaran data yang baik antar Flanker dalam pengiriman informasi. Mereka
membangun gambaran (radar) yang sangat baik dari yang kami lakukan dan mampu
membuat keputusan yang tepat kapan mulai masuk dan menarik keluar pesawat
mereka."
Pendapat yang sama diutarakan oleh Vinod Patney, purnawirawan dan mantan wakil
kepada staf IAF yang mengatakan bahwa: "Keterampilan pilot IAF selama Cope
India adalah kemampuan mereka yang sesungguhnya. Kita tidak berbicara tentang
pesawat tunggal. Kita berbicara tentang keseluruhan infrastruktur, sistem
komando dan kontrol, radar di darat dan udara, kru teknis di lapangan, dan
bagaimana Anda memaksimalkan infrastruktur itu. Di sinilah terjadi kurva
pembelajaran."
Melihat hasil mengesankan yang dicapai pilot IAF, apakah ini memang karena
sistem pelatihan pilot USAF yang buruk? Atau karena pilot USAF meremehkan pilot
dan pesawat tempur IAF sebelum pertempuran dogfight (jarak dekat)?
Mungkin saja. Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil.
Kill
ratio Su-30 dan F-15 yang terpaut jauh ini masih menjadi perdebatan hingga
kini. Analis menyebutkan, sejak latihan tersebut, USAF berusaha mendapatkan
lebih banyak F-22 Raptor. Sebagian
menganggap bahwa hal ini untuk menyelamatkan muka USAF setelah pilot IAF meraih
kill ratio 9:1 yang mengesankan.
Bahkan meskipun kita tidak tahu apa yang terjadi pada Cope India dan alasan apa
dibalik itu, tidak dapat disangkal bahwa di atas kertas Su-27 Flanker adalah
salah satu pesawat tempur terbaik di dunia.
Su-27 memiliki kelas yang sama dengan F-14 dan F-15 USAF, tetapi tidak seperti
jet tempur Amerika tersebut, Su-27 bisa terbang pada sudut serang 30 derajat
dan juga melakukan manuver "Pugachev Cobra".
Pada manuver Cobra, pesawat secara tiba-tiba memposisikan nose (hidung-moncong
pesawat) ke atas (atau ke bawah), statis, sebelum akhirnya rebah kembali ke
penerbangan biasa, manuver ini tetap mempertahankan ketinggian yang sama.
Su-27 dan manuver Cobranya terus menjadi sorotan di berbagai pameran udara dari
akhir 1980 hingga pertengahan 1990 an. Sejak saat itu, manuver Flanker semakin
jauh ditingkatkan. Su-30MK adalah varian Flanker yang dilengkapi dengan canard
forewing dan thrust-vectoring nozzle yang menambah kelincahannya di
udara.
Tapi untuk apa manuver seperti itu dalam pertempuran?
Sebuah
penjelasan ditemukan di majalah Aviation Week & Space Technology (AW &
ST).
Dalam artikelnya "Su-30MK Beats F-15C 'Every Time'" yang
terbit pada 2002 lalu menyebutkan bahwa dalam beberapa simulasi pertempuran
yang dilakukan di kompleks kubah simulasi 360 derajat di fasilitas Boeing di St
Louis, dengan manuvernya Su-30 berhasil mengalahkan F-15. Note: AS juga
memiliki Su-27 yang dibeli dari Ukraina.
Menurut artikel itu (yang sering dirujuk media India dalam menyoroti dugaan
keunggulan Su-30 dibandingkan jet AS), seorang perwira USAF (anonim) menjelaskan
bahwa dalam apabila rudal BVR (seperti AA-12 Adder) yang ditembakkan oleh
Flanker tidak mengenai sasaran, maka Su-30 bisa melakukan taktik pengacauan
radar F-15, dimana radar Doppler F-15 menjadi tidak efektif.
Dijelaskan AW & ST secara rinci, Flanker mampu melakukan manuver ini
(Cobra) berkat kemampuannya yang bisa mengurangi kecepatan dan kemudian
mendapatkan kembali kecepatannya dengan cepat. Jika pilot Flanker melakukan
manuver ini dengan benar, Su-30 tidak akan tampak pada radar F-15 hingga target
(F-15) berada dalam jangkauan rudal AA-11 Archer. Hal ini karena radar Doppler
F-15 yang pencariannya mengandalkan pergerakan target.
Seperti yang dikatakan oleh perwira USAF anonim, taktik Flanker ini berhasil di
semua simulasi pertempuran yang dilakukan, namun kekurangannya adalah hanya
beberapa negara yang memiliki pilot dengan keterampilan terbang dan skenario
tempur seperti itu.
Beberapa fitur unik seperti mesin yang powerfull dan aerodinamik yang luar
biasa, membuat Flanker apabila diterbangkan oleh pilot yang tepat dan dengan
skenario yang tepat maka akan menjadikannya sebagai petarung dogfight yang
unggul dari semua pesawat Barat.
Selain itu, Su-30 bisa membawa rudal IR jarak pendek AA-11 Archer yang pada
tahun 90-an adalah rudal udara-ke-udara jarak pendek terbaik di dunia karena
bisa terhubung dengan sistem kontrol tembak pada helm pilot dan mampu
ditembakkan pada target sampai 45 derajat dari sumbu pesawat. Kedua fitur ini
tidak dimiliki oleh AIM-9M, rudal jarak pendek utama Barat kala itu, yang
sekarang digantikan oleh AIM-9X Sidewinder.