Sebenarnya tanpa kita sadari kekuatan pertahanan kita
selama setahun terakhir ini meningkat dengan tajam seiring dengan kedatangan
berbagai alutsista untuk mengisi satuan tempur di segala matra. Belum lagi ledakan
amunisi terbesar dan tergagah sepanjang sejarah dalam Latgab TNI awal Juni
kemarin yang ditembakkan dari berbagai sumber daya alutsista darat, laut dan
udara. Bisa dibayangkan betapa lumatnya KRI Karang Banteng yang menjadi korban
4 peluru kendali anti kapal Exocet dan C802 yang ditembakkan dari 4 KRI
sekaligus. Memang Latgab kemarin adalah
latgab terdahsyat yang pernah dilakukan TNI dan pertama kali mengintegrasikan sistem
pertempuran 3 matra dengan konsep pre emptive strike.
Latgab itu adalah salah satu aplikasi memahami wibawa
pertahanan. Memahami wibawa pertahanan esensinya sama dengan memperhatikan
kesehatan dan kebugaran sekujur tubuh.
Tubuh yang sehat dan bugar adalah gambaran kesehatan organ tubuh di
dalamnya. Tubuh yang atletis menggambarkan kegagahan bagi si pemilik tubuh.
Demikian juga dengan gambaran sebuah negara. Negara yang “atletis” tentu
menggambarkan kekuatan militernya yang tangguh dan gahar. Wibawa pertahanan
adalah bagian dari cara pandang untuk mengukur sejauh mana harga diri bangsa
berdiri di tengah pergaulan antar bangsa. Maknanya adalah tidak ada pelecehan
teritori dan sekaligus kemampuan merawat pagar teritori. Bukan ketika ada yang mencoba melecehkan
teritori lalu bersikap reaktif dan retorika.
Kehadiran unsur satuan tempur di darat, laut dan udara
berupa tentara dan alutsistanya di pagar teritori secara terus menerus merupakan
salah satu cara mewibawakan makna pertahanan. Ke depan ini kita meyakini
sejumlah alutsista TNI yang baru datang akan mampu hadir sepanjang saat untuk
menjaga kewibawaan teritori Indonesia.
Kedatangan 24 jet tempur F16 blok 52 mulai Juli tahun ini akan
memberikan tambahan adrenalin dan darah segar kekuatan pukul udara dan
frekuansi patroli. Demikian juga
kedatangan 3 kapal perang dari Inggris mulai Juli ini bersama 3 KCR buatan PAL
diniscayakan akan memberikan nafas segar bagi pengawal republik.
Sepuluh tahun terakhir ini kemajuan ekonomi Indonesia
mampu menghebatkan kualitas rakyatnya dan memunculkan kekuatan kelas menengah
yang pasti paham bagaimana memahami konsep wibawa pertahanan. Sebagai negara
kepulauan maka sudah sepantasnya fokus kekuatan pertahanan ada di kekuatan laut
dan udara. Jika kita perbandingkan maka konsep itu sama dengan kekuatan kelas
menengah yang menjadi pilar kekuatan ekonomi cerdas yang dimiliki bangsa ini.
Kelas menengah adalah gambaran keberhasilan menjaga pertumbuhan ekonomi dan
eksistensinya sedangkan wibawa pertahanan kemampuan menjaga pagar teritori
khususnya laut dan udara.
Riak gelombang di Laut Cina Selatan (LCS) sudah
menunjukkan iklim tidak sehat, gampang demam tinggi. Cina sudah mulai berani menggertak AS agar
tidak bermain api di LCS padahal justru dia yang bermain api selama ini. Vietnam, Filipina bersuara keras terhadap
Cina sementara Malaysia mengambil sikap lembut terhadap Cina. Kita tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menjadi
selembut salju menghadapi Cina bahkan mau membeli sejumlah aluisista dari negeri
tirai bambu itu. LCS adalah medan
konflik yang sudah di depan mata. AS dan
Australia sudah memperbaharui model pakta pertahanannya dengan membolehkan
akses militer AS dan alutsistanya yang lebih besar di Australia Utara, tidak
sekedar Darwin.
Indonesia tentu harus menyikapi perubahan ini yang bisa
saja menjadi liar dan tak terkendali sewaktu-waktu. Krisis Ukraina dan kejutan militan ISIS di
Irak adalah semboyan bahwa konflik militer tidak bisa diprediksi meski dengan
kacamata intelijen sekalipun. Bahasa
jelasnya adalah membangun wibawa pertahanan dengan anggaran besar untuk sebuah
negara besar berbentuk kepulauan. Maka
keperluan yang harus disediakan adalah membangun armada kapal selam, penyediaan
kapal perang permukaan setingkat fregat dan destroyer. Untuk kedaulatan udara diperlukan pesawat
tempur dalam jumlah memadai dengan teknologi yang setara.
Wibawa pertahanan Indonesia akan diuji dengan dinamika
kawasan yang makin demam tinggi. Meski
AS dan Australia telah menyepakati penempatan sejumlah kapal perang dan pasukan
marinir di utara Australia tetapi tetap saja akses terbuka dan paling lebar menuju
panggung LCS melalui perairan Indonesia.
Oleh sebab itu ketersediaan sejumlah kapal perang fregat dan destroyer
serta kapal selam yang memadai tentu akan memberikan pesan untuk tidak lagi
menganggap remeh negara ini. Memang sih sepanjang sejarahnya wibawa pertahanan
negara ini selalu diremehkan oleh kekuatan asing. Tak usah malu-malu lah
mengatakan itu. Maka agar tak malu-maluin terus perkuatlah persenjataan
hulubalang republik. Pagar utama adalah
laut dan udara.
Wibawa pertahanan tidak hanya berteriak dan menggertak
tetapi alat gertaknya juga harus jelas agar tidak disebut gertak sambal. Menjadi ironi misalnya ketika terjadi insiden
teritori yang keluar hanya teriakan bukan menghadirkan sejumlah jet tempur atau
kapal perang. Tidak juga mengurangi
kewibawaan pertahanan manakala kita tetap membuka diri tapi juga jaga jarak
dengan AS dan Australia dengan azas kehormatan teritori. Maksudnya karena teritori laut dan udara
Indonesia adalah jalan masuk dari selatan menuju palagan LCS, akses itu bisa
tetap dilewati dengan pengamatan dan pengawalan laut dan udara.
Masih belum terlambat menguatkan nilai-nilai kewibawaan
pertahanan itu. MEF II (2015-2019)
diharapkan menjadi realisasi menghadirkan sejumlah kapal perang dan kapal selam
penyengat serta jet tempur penghancur. Kalau sejumlah alutsista penyengat dan
penghancur ini sudah hadir maka dengan sendirinya muncul aura kewibawaan
itu. Salah satu nilai ber NKRI itu
adalah menghirup aura kewibawaan itu disamping senantiasa menata hubungan
internasional dengan kecerdasan diplomasi berlandaskan harga diri. Kita yakin sejalan dengan tingkat
kesejahteraan dan pertumbuhan PDB yang telah mencapai 10 besar dunia itu,
Indonesia akan semakin diperhitungkan nilai-nilai kewibawaannya termasuk
kewibawaan pertahanannya.
****
Jagvane / 19 Juni 2014 analisisalutsista.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar