Kamis, 19 Juni 2014

Memahami Wibawa Pertahanan



Sebenarnya tanpa kita sadari kekuatan pertahanan kita selama setahun terakhir ini meningkat dengan tajam seiring dengan kedatangan berbagai alutsista untuk mengisi satuan tempur di segala matra. Belum lagi ledakan amunisi terbesar dan tergagah sepanjang sejarah dalam Latgab TNI awal Juni kemarin yang ditembakkan dari berbagai sumber daya alutsista darat, laut dan udara. Bisa dibayangkan betapa lumatnya KRI Karang Banteng yang menjadi korban 4 peluru kendali anti kapal Exocet dan C802 yang ditembakkan dari 4 KRI sekaligus.  Memang Latgab kemarin adalah latgab terdahsyat yang pernah dilakukan TNI dan pertama kali mengintegrasikan sistem pertempuran 3 matra dengan konsep pre emptive strike.


Latgab itu adalah salah satu aplikasi memahami wibawa pertahanan. Memahami wibawa pertahanan esensinya sama dengan memperhatikan kesehatan dan kebugaran sekujur tubuh.  Tubuh yang sehat dan bugar adalah gambaran kesehatan organ tubuh di dalamnya. Tubuh yang atletis menggambarkan kegagahan bagi si pemilik tubuh. Demikian juga dengan gambaran sebuah negara. Negara yang “atletis” tentu menggambarkan kekuatan militernya yang tangguh dan gahar. Wibawa pertahanan adalah bagian dari cara pandang untuk mengukur sejauh mana harga diri bangsa berdiri di tengah pergaulan antar bangsa. Maknanya adalah tidak ada pelecehan teritori dan sekaligus kemampuan merawat pagar teritori.  Bukan ketika ada yang mencoba melecehkan teritori lalu bersikap reaktif dan retorika.

Kehadiran unsur satuan tempur di darat, laut dan udara berupa tentara dan alutsistanya di pagar teritori secara terus menerus merupakan salah satu cara mewibawakan makna pertahanan. Ke depan ini kita meyakini sejumlah alutsista TNI yang baru datang akan mampu hadir sepanjang saat untuk menjaga kewibawaan teritori Indonesia.  Kedatangan 24 jet tempur F16 blok 52 mulai Juli tahun ini akan memberikan tambahan adrenalin dan darah segar kekuatan pukul udara dan frekuansi patroli.  Demikian juga kedatangan 3 kapal perang dari Inggris mulai Juli ini bersama 3 KCR buatan PAL diniscayakan akan memberikan nafas segar bagi pengawal republik.

Sepuluh tahun terakhir ini kemajuan ekonomi Indonesia mampu menghebatkan kualitas rakyatnya dan memunculkan kekuatan kelas menengah yang pasti paham bagaimana memahami konsep wibawa pertahanan. Sebagai negara kepulauan maka sudah sepantasnya fokus kekuatan pertahanan ada di kekuatan laut dan udara. Jika kita perbandingkan maka konsep itu sama dengan kekuatan kelas menengah yang menjadi pilar kekuatan ekonomi cerdas yang dimiliki bangsa ini. Kelas menengah adalah gambaran keberhasilan menjaga pertumbuhan ekonomi dan eksistensinya sedangkan wibawa pertahanan kemampuan menjaga pagar teritori khususnya laut dan udara.

Riak gelombang di Laut Cina Selatan (LCS) sudah menunjukkan iklim tidak sehat, gampang demam tinggi.  Cina sudah mulai berani menggertak AS agar tidak bermain api di LCS padahal justru dia yang bermain api selama ini.  Vietnam, Filipina bersuara keras terhadap Cina sementara Malaysia mengambil sikap lembut terhadap Cina.  Kita tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menjadi selembut salju menghadapi Cina bahkan mau membeli sejumlah aluisista dari negeri tirai bambu itu.  LCS adalah medan konflik yang sudah di depan mata.  AS dan Australia sudah memperbaharui model pakta pertahanannya dengan membolehkan akses militer AS dan alutsistanya yang lebih besar di Australia Utara, tidak sekedar Darwin.

Indonesia tentu harus menyikapi perubahan ini yang bisa saja menjadi liar dan tak terkendali sewaktu-waktu.  Krisis Ukraina dan kejutan militan ISIS di Irak adalah semboyan bahwa konflik militer tidak bisa diprediksi meski dengan kacamata intelijen sekalipun.  Bahasa jelasnya adalah membangun wibawa pertahanan dengan anggaran besar untuk sebuah negara besar berbentuk kepulauan.  Maka keperluan yang harus disediakan adalah membangun armada kapal selam, penyediaan kapal perang permukaan setingkat fregat dan destroyer.  Untuk kedaulatan udara diperlukan pesawat tempur dalam jumlah memadai dengan teknologi yang setara.

Wibawa pertahanan Indonesia akan diuji dengan dinamika kawasan yang makin demam tinggi.  Meski AS dan Australia telah menyepakati penempatan sejumlah kapal perang dan pasukan marinir di utara Australia tetapi tetap saja akses terbuka dan paling lebar menuju panggung LCS melalui perairan Indonesia.  Oleh sebab itu ketersediaan sejumlah kapal perang fregat dan destroyer serta kapal selam yang memadai tentu akan memberikan pesan untuk tidak lagi menganggap remeh negara ini. Memang sih sepanjang sejarahnya wibawa pertahanan negara ini selalu diremehkan oleh kekuatan asing. Tak usah malu-malu lah mengatakan itu. Maka agar tak malu-maluin terus perkuatlah persenjataan hulubalang republik.  Pagar utama adalah laut dan udara.

 
 
Wibawa pertahanan tidak hanya berteriak dan menggertak tetapi alat gertaknya juga harus jelas agar tidak disebut gertak sambal.  Menjadi ironi misalnya ketika terjadi insiden teritori yang keluar hanya teriakan bukan menghadirkan sejumlah jet tempur atau kapal perang.  Tidak juga mengurangi kewibawaan pertahanan manakala kita tetap membuka diri tapi juga jaga jarak dengan AS dan Australia dengan azas kehormatan teritori.  Maksudnya karena teritori laut dan udara Indonesia adalah jalan masuk dari selatan menuju palagan LCS, akses itu bisa tetap dilewati dengan pengamatan dan pengawalan laut dan udara.

Masih belum terlambat menguatkan nilai-nilai kewibawaan pertahanan itu.  MEF II (2015-2019) diharapkan menjadi realisasi menghadirkan sejumlah kapal perang dan kapal selam penyengat serta jet tempur penghancur. Kalau sejumlah alutsista penyengat dan penghancur ini sudah hadir maka dengan sendirinya muncul aura kewibawaan itu.  Salah satu nilai ber NKRI itu adalah menghirup aura kewibawaan itu disamping senantiasa menata hubungan internasional dengan kecerdasan diplomasi berlandaskan harga diri.  Kita yakin sejalan dengan tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan PDB yang telah mencapai 10 besar dunia itu, Indonesia akan semakin diperhitungkan nilai-nilai kewibawaannya termasuk kewibawaan pertahanannya.
****
Jagvane / 19 Juni 2014 analisisalutsista.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar