Selasa, 01 April 2014

Tank Leopard Pilihan Tepat Untuk Memperkuat TNI



Tank Leopard 2A4 dan Marder TNI AD di Yonkav 8, Pasuruan

Jakarta, 30 Maret 2014 – Pemerintah terus mengupayakan peningkatan kekuatan Alutsista TNI untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memodernisasi Alutsista TNI. Dalam rangka modernisasi Alutsista TNI khususnya TNI Angkatan Darat, pada tahun 2012 pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membeli Main Battle Tank (MBT) Leopard produksi Jerman.
 
arc.web.id
Proses pembelian MBT Leopard telah melalui proses yang cukup panjang dengan pendekatan proses bottom up dan top down. Proses bottom up dimulai dengan kajian oleh pengguna yaitu satuan-satuan Kavaleri TNI Angkatan Darat. Kajian tersebut meliputi analisis penggunaan MBT ditinjau dari aspek teknis, taktis dan operasional.

Dari aspek teknis, MBT Leopard memiliki keunggulan dalam desain teknologi yakni besaran kaliber meriam sebesar 120 milimeter, jarak capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system, serta dan armor protection. MBT Leopard juga memiliki keunggulan yang sangat menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder, dan balistik komputer.

Dari aspek taktis, MBT Leopard telah memenuhi Ketentuan Standar Umum (KSU) Materiil TNI AD dihadapkan dengan fungsi Satuan Kavaleri sebagai unsur penggempur. Jika dilihat dari taktik pertempuran darat, tank Leopard adalah tank yang terunggul di kelasnya. Keunggulan MBT Leopard adalah pada kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan daya hancurnya. Secara taktis, MBT Leopard dapat digunakan di daerah perkotaan maupun di perbukitan atau di daerah setengah tertutup. Meskipun beratnya mencapai 60 Ton, namun tekanan gandar yang ditumpukan ke permukaan hanya sekitar 8 kg/cm2. Hal ini dimungkinkan karena permukaan tumpu relatif luas.
Selain itu, Tank ini juga tidak selalu mengandalkan jembatan yang ada, karena setiap kompi dilengkapi dengan jembatan taktis yang bersifat portabel, yang dapat digelar saat Tank harus melewati sungai kecil yang tidak ada jembatan, atau kapasitas jembatannya tidak mampu menopang berat Tank (misalnya jembatan dengan konstruksi bambu/kayu).
 
arc.web.id
Dari aspek operasional, antara lain MBT Leopard memiliki kemampuan mobilitas untuk melintasi medan dengan kecepatan maksimal 70 km/jam. Adanya ketersediaan dukungan logistik misalnya amunisi tidak ada masalah karena akan ada dukungan Transfer of Technologi (TOT) pembuatan munisi kal.120 mm antara Rhienmetal dengan PT. Pindad, disamping itu adanya munisi tipe baru yang dimiliki MBT Leopard yaitu DM-11(Dynamic Magnetic). Untuk suku cadang juga tersedia sampai dengan 20 tahun kedepan, dan ada jaminan sesuai dengan program TOT bersama PT. Pindad.

Selain tiga aspek diatas, aspek geografi Indonesia juga menjadi pertimbangan untuk menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63 ton. Tank Leopard dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di wilayah Indonesia dan untuk melewati jalan serta jembatan tidak menimbulkan kerusakan. Penempatan MBT di Indonesia tidak ada masalah, sebagai contoh negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Laos, dan lain-lain yang memiliki geografi relatif sama dengan Indonesia telah memiliki MBT.

Selain itu, aspek TOT juga menjadi pertimbangan dalam pembelian MBT Leopard. Rheimetal Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa transfer teknologi baik berupa pemeliharaan, operasional dan pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung. Transfer teknologi merupakan salah satu persyaratan pembelian Alutsista dari luar negeri untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

Sementara itu dalam proses top down, pengadaan MBT Leopard dilakukan melalui kajian dari aspek geopolitik, geostrategi, diplomasi dan kerja sama militer. Dalam aspek geopolitik dan geostrategi, Kementerian Pertahanan melakukan analisis keseimbangan kekuatan di kawasan, yang memperhitungkan empat komponen kuatan yaitu diplomasi, informasi, militer, ekonomi.

Ditinjau dari aspek akuntabilitas, Kementerian Pertahanan juga membentuk Tim Evaluasi Pengadaan yang bertugas mengevaluasi proses pengadaan suatu barang yang akan dibeli. Dalam tugasnya, Tim Evaluasi Pengadaan mengevaluasi apakah suatu proses pengadaan telah mematuhi peraturan yang berlaku. Selain itu, Tim ini juga bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan strategis kepada Menteri Pertahanan.

Setelah semua proses pengadaan selesai, tidak serta merta pembelian dapat dilakukan. Meskipun kontrak telah ditandatangani, namun tidak akan efektif sebelum mendapat persetujuan dari DPR. Artinya pengawasan itu berlapis, internal pemerintah, antar kementerian, dan pengawasan DPR.
Setiap pengadaan Alutsista juga diawasi oleh High Level Committee (HLC) yang dipimpin oleh Wamenhan. HLC bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan kegiatan pengadaan Alutsista. Selain itu, dibentuk pula Tim Konsultasi Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa yang terdiri dari Itjen Kemhan, Itjen Mabes TNI, Itjen Mabes Angkatan, BPKP dan LKPP.

Dengan demikian, pengadaan MBT Leopard sudah melalui proses yang panjang dan sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyelewengan dan kebocoran anggaran. Selain itu, pengadaan Alutsista TNI, termasuk MBT Leopard dilakukan tanpa perantara. Saat ini, pengadaan Alutsista TNI menggunakan model G to G atau G to B tidak melibatkan broker atau pihak ketiga. Kementerian Pertahanan juga telah mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses pengadaan MBT Leopard. (ARC)


Cintailah Produk-produk dalam Negeri


Alutsista kebanggaan buatan dalam negeri
Alutsista kebanggaan buatan dalam negeri
Percepatan Minimum Essential Force (MEF) yang dibangun Kemenhan tidak hanya fokus impor dari luar negeri, tapi juga dengan produsen-produsen dalam negeri. Keseriusan Kemenhan bisa dilihat dnegan penandatangan nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah industri alutsista dalam negeri yang dilakukan pada Maret 2012 silam.

“Jumlah kontraknya mencapai Rp 1,3 triliun,” ujar Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro saat itu.

Perusahaan yang dilakukan MoU adalah PT Dirgantara Indonesia, PT Palindo Marine, PT Pindad, PT Infra RCS Indonesia dan PT Sari Bahari. Selama ini kita telah mengetahui pengembangan BUMN Industri strategis seperti PT DI melalui kerjasama pembuatan alat militer bersama pihak produsen luar negeri seperti pesawat CN-295, CN-235, Helikopter Bell 412, Cougar EC-725, Fennec AS-555, dll.

Lalu ada PT Pindad dengan berbagai macam senjata ringan hingga ke kendaraan lapis baja roda biasa seperti Anoa, Komodo, Rantis 4×4 maupun roda rantai seperti rencana membuat MBT dan tank kelas ringan/sedang yang mampu menjadi andalan dalam kondisi geografis kita. Dalam MoU itu juga ada beberapa alutsista strategis seperti pembuatan Rocket FFAR, Radar/ECDIS, serta pembuatan peluru kendali.

Pembuatan FFAR atau Fin Folding Aerial Rocket ini buatan PT DI hasil Transfer of Technology (ToT) dari produsen asal Eropa, Lesca dengan bersandar lisensi dari Belgia. Ada dua tipe yang dikembangan PT DI yaitu RD 701 berbasis FFAR MK 4 dan RD 7010 berbasis MK 40. Saat ini untuk pengembangan sudah hampir 100%. Sedangkan hulu ledaknya sudah 100 persen buatan lokal dibantu Lapan dengan sistem Doublebase atau basis ganda, sehingga FFAR buatan dalam negeri bisa setara dengan produk-produk luar.
 
Rocket FFAR buatan dalam negeri – Hulu ledak 100% komponen lokal
Spesifikasi
Diameter : 70 mm (2.75 inchi)
Panjang : 120 cm
Berat : 8.4 Kg
Jarak efektif : 3,400 m
Berat Warhead : 2.7 Kg

Untuk radar/ECDIS (Electronic Chart Display and Information System) atau sistem informasi navigasi laut sesuai dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO) juga sudah dibuat oleh PT Infra RCS Indonesia. Untuk ECDIS ini murni hasil anggaran pengembangan dari PT Infra. Selain itu PT Infra juga telah mengembangkan Electronic Support Measures (ESM) dan rencana pengembangan bersama WECDIS dengan TNI AL.


INFRA
Selain Infra, ada juga dari BUMNIS yaitu PT. LEN Industri seperti Radar Processing dan Display Console untuk teknologi Modern radar dan Legacy radar. Selain Radar/ECDIS PT LEN juga mengembangkan atau memproduksi Combat Management System (CMS), Transoder TPO TLM-01 (untuk kapal selam), Len Cryptosys (Modem Enkripsi asli buatan dalam negeri), peralatan komunikasi radio portable (Manpack)/Base Station/Vehicle, dll.
Surveillance & Reconnaissance Device
peralatan komunikasi radio portable (Manpack), Base Station, Vehicle
Sedangkan Peluru kendali, berdasarkan Rencana Strategis 2010-2014 Konsorsium Roket untuk TNI AD memerlukan RX-100 yang Alhamdulillah telah behasil yaitu R-Han 122 (a) tinggal uji tabel tembak, TNI AL RX-122 sama yaitu R-Han 122b dengan jarak dibawah 40 km-tinggal uji Tabel dan RX-320 pengembangan bersama litbang TNI AL dengan jarak 70 Km atau lebih.
sotong 42
Sotong. Image: ryanmesin.wp
Ranjau Laut
Smart Bomb – Dislitbang
RX-320 – sejenis Exocet dengan jarak 180 km
Untuk RX-320 ini direncanakan untuk mengganti Exocet dan telah dilengkapi Infrared Seeker Head. Dan terakhir untuk TNI AU ada RX-70 dengan jangkauan 7.9 km dan ini juga sudah dikembangkan untuk dicantel di pesawat tempur kita.
Diharapkan Alutsista ringan maupun kelas berat ini bisa mengisi tiga matra TNI agar terciptanya MEF pertama bisa diwujudkan. Untuk MEF kedua ada rencana pengembangan dalam negeri juga seperti Tank Medium, APC Amphibious, RX-320 sejenis Exocet dengan jarak 180 km, PSU kelas sedang, Kapal Selam bersama DSME, Kapal Perang PKR/Frigate bersama DSNS Belanda, dll.
Cintailah produk-produk dalam negeri…

Salam (Jalo).
Photos: Jalo and friends