Tank Leopard 2A4 dan Marder TNI AD di Yonkav 8, Pasuruan |
Jakarta, 30 Maret 2014 – Pemerintah
terus mengupayakan peningkatan kekuatan Alutsista TNI untuk menjaga kedaulatan
dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memodernisasi Alutsista
TNI. Dalam rangka modernisasi Alutsista TNI khususnya TNI Angkatan Darat, pada
tahun 2012 pemerintah dan DPR telah sepakat untuk membeli Main Battle Tank
(MBT) Leopard produksi Jerman.
Proses pembelian MBT Leopard telah
melalui proses yang cukup panjang dengan pendekatan proses bottom up dan top
down. Proses bottom up dimulai dengan kajian oleh pengguna yaitu satuan-satuan
Kavaleri TNI Angkatan Darat. Kajian tersebut meliputi analisis penggunaan MBT
ditinjau dari aspek teknis, taktis dan operasional.
Dari aspek teknis, MBT Leopard memiliki
keunggulan dalam desain teknologi yakni besaran kaliber meriam sebesar 120
milimeter, jarak capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer
system, serta dan armor protection. MBT Leopard juga memiliki keunggulan yang
sangat menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target tracking
system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna mempercepat daya
tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder, dan balistik komputer.
Dari aspek taktis, MBT Leopard telah
memenuhi Ketentuan Standar Umum (KSU) Materiil TNI AD dihadapkan dengan fungsi
Satuan Kavaleri sebagai unsur penggempur. Jika dilihat dari taktik pertempuran
darat, tank Leopard adalah tank yang terunggul di kelasnya. Keunggulan MBT
Leopard adalah pada kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan daya
hancurnya. Secara taktis, MBT Leopard dapat digunakan di daerah perkotaan
maupun di perbukitan atau di daerah setengah tertutup. Meskipun beratnya
mencapai 60 Ton, namun tekanan gandar yang ditumpukan ke permukaan hanya
sekitar 8 kg/cm2. Hal ini dimungkinkan karena permukaan tumpu relatif luas.
Selain itu, Tank ini juga tidak selalu
mengandalkan jembatan yang ada, karena setiap kompi dilengkapi dengan jembatan
taktis yang bersifat portabel, yang dapat digelar saat Tank harus melewati sungai
kecil yang tidak ada jembatan, atau kapasitas jembatannya tidak mampu menopang
berat Tank (misalnya jembatan dengan konstruksi bambu/kayu).
Dari aspek operasional, antara lain MBT
Leopard memiliki kemampuan mobilitas untuk melintasi medan dengan kecepatan
maksimal 70 km/jam. Adanya ketersediaan dukungan logistik misalnya amunisi
tidak ada masalah karena akan ada dukungan Transfer of Technologi (TOT)
pembuatan munisi kal.120 mm antara Rhienmetal dengan PT. Pindad, disamping itu
adanya munisi tipe baru yang dimiliki MBT Leopard yaitu DM-11(Dynamic
Magnetic). Untuk suku cadang juga tersedia sampai dengan 20 tahun kedepan, dan
ada jaminan sesuai dengan program TOT bersama PT. Pindad.
Selain tiga aspek diatas, aspek
geografi Indonesia juga menjadi pertimbangan untuk menentukan pemilihan MBT
Leopard yang beratnya 63 ton. Tank Leopard dapat bergerak dan bermanuver dengan
leluasa di wilayah Indonesia dan untuk melewati jalan serta jembatan tidak
menimbulkan kerusakan. Penempatan MBT di Indonesia tidak ada masalah, sebagai
contoh negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand,
Laos, dan lain-lain yang memiliki geografi relatif sama dengan Indonesia telah
memiliki MBT.
Selain itu, aspek TOT juga menjadi
pertimbangan dalam pembelian MBT Leopard. Rheimetal Jerman memberikan dukungan
sepenuhnya berupa transfer teknologi baik berupa pemeliharaan, operasional dan
pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung. Transfer teknologi merupakan
salah satu persyaratan pembelian Alutsista dari luar negeri untuk mewujudkan
kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Sementara itu dalam proses top down,
pengadaan MBT Leopard dilakukan melalui kajian dari aspek geopolitik, geostrategi,
diplomasi dan kerja sama militer. Dalam aspek geopolitik dan geostrategi,
Kementerian Pertahanan melakukan analisis keseimbangan kekuatan di kawasan,
yang memperhitungkan empat komponen kuatan yaitu diplomasi, informasi, militer,
ekonomi.
Ditinjau dari aspek akuntabilitas,
Kementerian Pertahanan juga membentuk Tim Evaluasi Pengadaan yang bertugas
mengevaluasi proses pengadaan suatu barang yang akan dibeli. Dalam tugasnya,
Tim Evaluasi Pengadaan mengevaluasi apakah suatu proses pengadaan telah mematuhi
peraturan yang berlaku. Selain itu, Tim ini juga bertugas memberikan
pertimbangan-pertimbangan strategis kepada Menteri Pertahanan.
Setelah semua proses pengadaan selesai,
tidak serta merta pembelian dapat dilakukan. Meskipun kontrak telah ditandatangani,
namun tidak akan efektif sebelum mendapat persetujuan dari DPR. Artinya
pengawasan itu berlapis, internal pemerintah, antar kementerian, dan pengawasan
DPR.
Setiap pengadaan Alutsista juga diawasi
oleh High Level Committee (HLC) yang dipimpin oleh Wamenhan. HLC bertugas untuk
mengendalikan dan mengawasi mulai dari perencanaan pembiayaan sampai dengan
kegiatan pengadaan Alutsista. Selain itu, dibentuk pula Tim Konsultasi
Pencegahan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa yang terdiri dari Itjen Kemhan,
Itjen Mabes TNI, Itjen Mabes Angkatan, BPKP dan LKPP.
Dengan demikian, pengadaan MBT Leopard
sudah melalui proses yang panjang dan sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan
terjadinya penyelewengan dan kebocoran anggaran. Selain itu, pengadaan
Alutsista TNI, termasuk MBT Leopard dilakukan tanpa perantara. Saat ini,
pengadaan Alutsista TNI menggunakan model G to G atau G to B tidak melibatkan
broker atau pihak ketiga. Kementerian Pertahanan juga telah mempersilakan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses pengadaan MBT Leopard.
(ARC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar