Berbagai
persenjataan Sukhoi telah datang dan akan terus ditambah lagi. Jet tempur Su-27/30
kini menjadi alutsista paling berbahaya di barisan arsenal TNI AU.
Kunjungan Angkasa ke Makassar
bulan lalu untuk menghadiri upacara serah terima jabatan Panglima Komando
Operasi Angkatan Udara II dari Marsda TNI Agus Supriatna kepada Marsma TNI
Abdul Muis menjadi momen yang sangat berharga. Pasalnya, sehari sebelum
pelaksanaan sertijab pada 25 Maret 2014 itu, Angkasa
mendapatkan kesempatan eksklusif dari KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia
untuk melihat langsung beragam persenjataan yang telah dibeli Pemerintah Indonesia untuk armada Su-27/30
Skadron Udara 11. Pesan KSAU sederhana, agar masyarakat Indonesia tahu bahwa
Sukhoi TNI AU kini sudah bersenjata lengkap.
Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Dody
Trisunu mengungkapkan, beragam persenjataan yang telah datang saat ini menjadikan armada Su-27/30 siap tempur. Kelengkapan
persenjataan ini kemudian disempurnakan dengan kemampuan para penerbang Skadron
Udara 11 yang sudah diasah langsung oleh para instruktur senjata dan penerbang
tempur AU Rusia. Setiap tahun TNI AU rutin mengirimkan para penerbangnya ke
negeri Beruang Merah untuk memperdalam ilmu dan kemahiran bertempur. Tahun ini
saja, ada empat gelombang pengiriman penerbang ke Rusia.
Komandan Skadron
Udara 11 Letkol Pnb Dedy Ilham S. Salam menerangkan, di Rusia para penerbang Sukhoi TNI AU mendapat selama
empat bulan dari para suhu senjata dan pertempuran udara yang sudah sangat
mumpuni sehingga mereka dijuluki profesor. “Mereka adalah para penerbang tempur
AU Rusia yang sudah mencoba segala macam persenjataan Sukhoi,” ujarnya.
“Bahkan, ketika kami di sana, ada satu profesor yang ilmunya sangat tinggi
didatangkan khusus dari Siberika ke Moskwa, hanya untuk melatih kami,” ujarnya.
Para guru AU Rusia
tak segan-segan mewariskan ilmu perang udaranya kepada para penerbang TNI AU.
“Semakin lama mengakrabi
para profesor, maka semakin banyak ilmu yang mereka turunkan kepada kami,”
lanjutnya. Bahkan mereka pun memberikan tanda khusus kepada para penerbang
Sukhoi TNI AU yang sudah berhasil melaksanakan penembakan maupun pengeboman
munisi live. “Ya, begitulah, kodrat mereka
bertempur, sehingga mereka pun sangat mengapresiasi kami yang sudah pernah
mencoba senjata Rusia,” tambah Dedy yang sudah memiliki lebih 1.000 jam terbang
di Su-27/30.
Dedy menguraikan,
pakem tempur Rusia adalah pertempuran jarak jauh (BVR). “Nah, di situlah mereka
juga menurunkan ilmu dan teknik bertempur jarak jauh. “Bagi mereka, close formation tidak lagi berguna karena itu hanya
dibutuhkan oleh tim aerobatik,” urai alumni
AAU 1995 ini.
Gelar senjata
Atas permintaan
KSAU, sebagian senjata Sukhoi Skadron Udara 11 lalu ditarik dari gudang senjata
dan digelar untuk Angkasa
publikasikan. Di antara
yang didisplay saat itu adalah rudal udara ke udara short-medium RVV berdaya jangkau 80 km, rudal
udara ke udara jarak pendek R-73, rudal udara ke permukaan antikapal Kh-29PE
dan Kh-31PE, serta bom OFAB 250. Melihat langsung senjata-senjata mematikan itu
di depan mata, rasanya badan langsung gemetar sekaligus membayangkan kalau Flanker TNI AU kini telah
berubah jadi burung besi ganas yang sangat berbahaya bagi lawan demi tugas
menegakkan kedaulatan NKRI.
Uraian secara
detail dari persenjataan ini mungkin akan dibahas dalam kesempatan berikutnya.
Namun para pecinta kedirgantaraan sekiranya dapat memahami bahwa keseriusan
pemerintah menjadikan TNI AU yang kuat, telah menjadi program bertahap dalam
skema MEF (minimum
essential force) yang telah dicanangkan pemerintah hingga tahun
2004. Mari kita sambut dengan gembira sambil menunggu arsenal-arsenal berikutnya, untuk semua alutsista
yang dipercayakan pengoperasiannya kepada TNI Angkatan Udara. (Roni Sontani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar