Menyimak apa yang
telah kita lakukan hingga saat ini
untuk kemandirian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI, yakinkah
dapat dicapai dalam kurun waktu 50 tahun kedepan, atau mungkin terpenuhi
sebelum itu, atau setelah 100 tahun kedepan, atau tidak mungkin terealisasi
sama sekali sampai kapanpun juga; hal ini perlu kita renungkan sebagai anak
bangsa, yang bukan hanya punya mimpi atau keinginan saja, namun juga memiliki
tekad dan berbuat untuk merealisasikannya.
Memang tidak mudah
untuk mampu memenuhi seluruh kebutuhan Alutsista TNI dari hasil produksi dalam negeri kita sendiri. Namun
untuk tahapan pemenuhannya, perlu konsisten, komitmen dalam perencanaan
strategis yang baik, seberapa banyak yang ingin dan sekiranya mampu kita buat
sendiri untuk 5, 10, 15, 20 hingga 25 tahun atau 50 tahun kedepan, walaupun
mungkin harus bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai
kendala seperti dari penguasaan teknologi (Know-How) atau dari kesiapan sumber
daya manusianya, ketersediaan anggaran/budget ataupun berbagai fasilitas
dukungan lainnya yang sekaligus juga merupakan bagian untuk pembangunan
industrinya.
Saat ini untuk
memenuhi berbagai prioritas kebutuhan Alutsista, kita terpaksa masih harus
membeli dari luar
negeri seperti meriam, tank, pesawat tempur, kapal selam dan banyak lagi alat
perang lainnya. Sedangkan beberapa industri dalam negeri yang memang sudah
mampu memproduksi sebagian Alutsista seperti senjata perorangan SS-1 berikut
munisinya, Ranpur Panser 6×6 Pindad, pesawat angkut ringan CN235/CN250 dan
helikopter BO-105 serta kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat) harus tetap
terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya, seperti penguasaan teknologi,
kecanggihan dan kualitas produknya, dariAssembling menjadi Full Manufacturing,
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga bila memungkinkan
sebagai komoditi yang mampu bersaing dan laku dipasarkan ke luar negeri.
Sehingga sekali lagi kita perlu bertanya guna perencanaan strategis kita, seberapa
banyak yang harus dapat kita buat sendiri, seberapa banyak yang masih harus
kita beli dari luar negeri, dan seberapa banyak yang akan kita kerjasamakan
dengan pihak luar negeri, sekaligus untuk kontribusi dunia sebagai komoditi
yang menghasilkan devisa dan kesiapan/ antisipasi kita menghadapi
persaingan/tekanan global.
Kemandirian
Alutsista sebagai bagian dari Kemandirian Bangsa.
Untuk menuju
kemandirian Alutsista atau yang lebih luas lagi kemandirian bangsa, kiranya
perlu terlebih dahulu adanya kesamaan pengertian atau terminologi tentang
”kemandirian” itu sendiri yang dapat diartikan sebagai ”kemampuan untuk
melakukan sendiri dari segala sesuatu yang dikehendaki/ diinginkan dan dari
yang seharusnya mampu dilakukan sendiri, dan tidak menggantungkan diri kepada
pihak-pihak lain untuk mewujudkan keinginan tersebut”. Sehingga untuk mencapai
kemandirian bangsa ataupun Alutsista, sesungguhnya perlu terlebih dahulu
kesamaan kehendak dan komitmen bangsa (Commitment to The Nation), seberapa besar
keinginan bangsa itu sendiri yang harus diperbuat untuk pencapaiannya, yang
berani dituangkan dalam rencana pembangunan strategis nasionalnya, yang
dituangkan dalam aturan-aturan/regulasi untuk operasionalnya sampai ke teknis
pelaksanaan atau prosedurnya (Rose of The Game and Action Plan) yang dibuat, dengan segala
konsekwensi, risiko atau konsistennya.
Pada kenyataannya
tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor kehidupan dapat diwujudkan
sebagaimana hakekat kemandirian bangsa mampu dilakukan dan terpenuhi dari karya
anak bangsa sendiri, dari desain/rancangannya sendiri, dari produksinya sendiri
atau dari hasil budidayanya sendiri seperti ketersediaan berbagai komoditi
untuk pemenuhan seluruh kebutuhan hajat hidup bangsa atau bahkan untuk
bangsa-bangsa lain di dunia, demikian halnya untuk pemenuhan kebutuhan
Alutsista TNI untuk pertahanan negara, namun setidaknya semua hal penting yang
harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh dan sejahtera,
mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di tengah-tengah
persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan, yaitu seperti dari :
a.
Kemandirian
untuk ketersediaan bahan pangan yang harus terus mampu diupayakan sendiri, dari
hasil produk atau budidaya sendiri dengan mutu yang terus dapat ditingkatkan
dan mampu bersaing dengan produk-produk lain dari luar negeri, yang tentunya
dalam hal ini diperlukan campur tangan atau proteksi dari pemerintah dengan
regulasi atau aturan-aturannya yang harus lebih menjamin terus berkembangnya
produktifitas dalam negeri, baik yang berasal dari sektor pertanian, peternakan
atau perikanan yang optimal mampu dilakukan oleh bangsa Indonesia itu sendiri.
b.
Kemandirian
untuk ketersediaan bahan sandang dan bahan bangunan untuk perumahan yang harus
mampu diupayakan dan diproduksi sendiri di dalam negeri, yang harus mampu
bersaing dengan produk-produk luar negeri yang memang dituntut kuat, kokoh dan
terus dapat ditingkatkan dan dihandalkan mutu/kualitas serta ketersediaannya,
baik dari aspek bahan baku, kemampuan memproses dan mengolah bahan baku ataupun
kemampuan meningkatkan penjualan produk sampai untuk keistemewaan- keistimewaan
(Privilege) layanan (Services) kepada Customernya.
c.
Kemandirian
di bidang rekayasa industri,
untuk pembuatan mesin- mesin, sarana produksi atau peralatan kerja (Machinery
and Tools), untuk pembuatan alat-alat ukur, untuk sarana pengujian
(Measurement/Testing Equipment) atau alat/sarana laboratorium. Kemandirian
untuk pembuatan berbagai peralatan/produk elektronik, komputer, barang
komposit, baja, kimia atau polymer untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran,
alat-alat pendidikan, kesehatan, olah raga, atau untuk alat-alat berat
pertanian, pertambangan, pekerjaan umum, Heavy Engineering atau yang dibutuhkan
pada proses-proses/kegiatan industri mulai dari tahapan desain, R&D, sampai
ke proses produksi (Manufacturing) atau Maintenance yang mampu dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia sendiri.
d.
Kemandirian
di bidang pembangunan infrastruktur untuk pembangunan peradaban yang semakin
maju, kuat dan modern, seperti untuk ketersediaan energi listrik, bahan bakar
dan air bersih. Ketersediaan fasilitas publik untuk transportasi darat, laut
dan udara berikut fasilitas pendukungnya (prasarananya) berupa jalan raya,
pelabuhan laut atau bandar udara, sarana dan prasarana (jaringan) komunikasi
sampai dengan fasilitas atau sarana dan prasarana untuk transaksi berbagai
komoditi seperti pasar, bank dan sebagainya yang dimiliki, dibangun dan
dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri.
e.
Kemandirian
untuk eksplorasi, eksploitasi dan pengolahan sumber daya alam yang dimiliki
mulai dari yang ada di daratan sampai ke dasar lautan untuk diwujudkan menjadi
bahan baku (Raw Material) atau komoditi (End Product) dengan nilai jual paling
tinggi yang mampu dilaksanakan sendiri, dengan modal dan Sumber Daya Manusia
Indonesia sendiri.
f.
Kemandirian
untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI, baik untuk daya tembak dan daya gerak
(aspek darat, laut dan udara) berikut sistem manajemen tempurnya (Combat Management
System) C4ISR, yang mencakup berbagai komoditi militer mulai dari sistem
komandonya (Command), sistem kendali (Control), sistem komunikasi
(Communications) dan sistem komputerisasinya (Computerized) yang juga didukung
dengan sistem Intelijennya (Inteligence) mulai dari sistem deteksi dini,
penjagaan dan pengamatan (Surveillance) sampai untuk ke sistem pengenalan
ancaman atau lawan (Reconnaissance) dari rancangan/desain dan produk bangsa
sendiri yang tidak kalah maju dengan buatan luar negeri.
Kemandirian bangsa
dalam rangka ketersediaan berbagai komoditi untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun banyak pihak, harus mampu tersediakan oleh bangsa Indonesia sendiri,
sehingga memiliki posisi tawar (Bargaining Position) untuk terus eksis menjadi
bangsa yang unggul dalam persaingannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tantangan yang
dihadapi untuk Kemandirian Alutsista.
Dari sejarah dunia
yang panjang, negara/kerajaan digdaya, eksis dan berkehendak ekspansi, utamanya
datang dari keberanian pemimpinnya yang berani membesarkan dan menyiapkan kekuatan
militer/tentaranya yang kuat, bersamaan dengan keinginan untuk membangun
ekonominya yang kuat. Contoh bangsa-bangsa Eropa yang sejak jaman dahulu
berkehendak mencari untuk menguasai berbagai sumber bahan baku, rempah-rempah,
bahan bakar dan sebagainya guna berbagai kepentingan hidup masyarakatnya,
dihadapkan dengan kemungkinan ancaman atau tantangan yang dihadapi, juga
membangun tentara atau kekuatan militernya di darat, laut dan udara yang kuat.
Sedangkan untuk membangun tentara yang kuat juga menumbuhkan keinginan untuk
menguasai kemampuan teknologinya yang hebat. Sejalan dengan itu juga
bidang-bidang lain berkembang, seperti dunia pendidikan, kepakaran atau R&D
yang relatif akan lebih cepat dan sangat maju, yang dengan sendirinya juga
perlu diimbangi dan diikuti dengan kemajuan infrastruktur, industri dan ekonomi
serta peradaban manusia dengan hukum, etika dan disiplinnya yang semakin maju
dan modern.
Sejak jaman Romawi
hingga kekuasaan negara-negara adidaya saat ini, para pakar/ilmuwan/praktisi
kaliber dunia yang tahu cara-cara pembuatan senjata atau peralatan militer,
pada umumnya cenderung akan diawasi, dimonitor, direkrut, dikuasai dan
diakomodasi segala kegiatan/aktifitasnya oleh pemerintah/militer/ Dephan atau
industri pertahanan dinegaranya. Demikian halnya dengan sarana dan prasarana
industri peralatan militernya, juga akan senantiasa diinventarisir, didata,
diakreditasi, diawasai dan dikontrol/dikendalikan terhadap kemampuannya, mulai
dari kemampuan desain, R&D, produksi (Manufacturing & Assembling),
penjualan, sampai ke distribusi produk-produknya dan pemakainya. Pemerintah
juga akan mengaudit investasi atau modal kerjanya, profit/keuntungannya, bahkan
sampai layanan purna jualnya, untuk pemeliharaan (Maintenance) danIntegrated
Logistic Support kepada pengguna produknya (Customer/User), terlebih untuk
pengendalian produk-produk militernya yang dijual keluar negeri, disamping
dalam rangka jaminan teknis untuk penggunaannya. Sehingga bagi Indonesia yang
masih tertinggal penguasaan teknologinya dan selama ini hanya sebagai
Customer/User produk luar negeri relatif akan lebih sulit untuk
perolehan/transfer teknologinya.
Pada kenyataannya
lebih separuh Alutsista yang kita miliki adalah buatan luar negeri, sehingga
terjadi adanya ketergantungan pada negara asal, khususnya untuk kebutuhan suku
cadang dan pemeliharaannya. Baru sedikit saja yang sudah bisa kita buat
sendiri/tiru. Disisi lain, saat kita diajak dan dibukakan wawasan kita untuk
melihat/meninjau fasilitas dan kemajuan teknologi Alutsista yang telah mampu
dibuat/dikembangkan oleh negara yang relatif sudah lebih maju, dengan segala
proteksi/keterbatasannya yang boleh dilihat, kita hanya mampu memperoleh
info/data sebatas wacana kita untuk mengetahui fungsi atau kegunaannya, untuk
mengetahui kemampuan, unjuk kerja atau Performance nya, yaitu sebagai bahan
intelnik atau rencana pengadaan/pembelian produk yang kita tinjau industrinya
tersebut. Penelusuran/survei teknologi terhadap barang-barang/komoditi militer
(Alutsista) tersebut belum mencakup dan optimal memanfaatkan kompetensi para
pakar/ilmuwan yang memiliki Basic pengetahuan dan teknologi yang proporsional/
sepadan untuk bagaimana meniru/cara-cara pembuatannya sebagai upaya mampu
dirancang dan diproduksi sendiri di dalam negeri. Penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi bangsa Indonesia sebagai Customer/User terhadap Alutsista atau
sarana pertahanan negara yang dibeli dari luar negeri dan akan kita digunakan,
sesungguhnya tidak boleh terjadi kesenjangan (Gap) yang terlalu jauh dengan
kemampuan/penguasaan teknologi yang dimilki perancang/pembuat atau pabrikannya.
Kondisi infrastruktur keilmuan untuk industri inilah sebenarnya yang harus
mampu kita wujudkan. Sehingga kedepan paling tidak hanya dikarenakan finansial,
investasi atau modal kerja untuk pembangunan industri militer yang relatif
besar sajalah yang sekiranya akan menjadi kendala untuk kemandirian industri
Alutsista yang akan kita buat sendiri.
Kita masih terus
membeli Alutsista dari luar negeri, juga karena belum optimal memberdayakan
industri dalam negeri dan belum mewajibkan untuk menggunakan produk dalam
negeri. Walaupun memang mungkin pada kenyataannya industri dan produk dalam
negeri sendiri relatif masih tertinggal dengan berbagai kekurangannya. Namun
apabila ide, rancangan, R&D atauPro-to-type sampai produk kita sendiri
tidak pernah dikembangkan dan diberdayakan, terlebih hanya karena belum mampu
memenuhi tuntutan persyaratan pengguna (User) yang berkiblat/mengacu kepada
standar kemampuan teknologi luar negeri yang relatif sudah lebih maju, maka
sebenarnya produk dalam negeri akan sulit untuk terus mampu dikembangkan,
direalisasikan bahkan ditingkatkan. Padahal logikanya pada saat terjadinya
perang berlarut, kita hanya akan tergantung pada teknologi yang masih ada dan
tertinggal di dalam negeri kita sendiri tersebut, dan sebenarnya Alutsista yang
kita beli juga saat ini relatif akan menjadi tertinggal lagi dihadapkan dengan
teknologi di dunia militer yang terus semakin maju dan canggih.
Harapan dari
kendala yang dihadapi, khususnya untuk biaya/dukungan kebutuhan pembuatan
desain dan pengembangan prototipe komoditi militer (Alutsista) yang akan dibuat
di dalam negeri, sebaiknya menjadi tanggung jawab pemerintah (Dephan,TNI dan
institusi terkait lainnya seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI, Depkeu, Bappenas
dan perusahaan/industri terpilih), yang disusun satu paket dengan rencana
tahapan produksinya. Desain/rancangan produk tetap melalui suatu kajian,
penelitian dan tahapan pengembangan (Pro-to-type/Type), yang untuk keputusan
realisasi produk serinya dijamin pasarnya oleh pemerintah (Dephan/TNI, Depkeu,
Bappenas) melalui persetujuan wakil-wakil rakyat di DPR, yang selanjutnya
diimplementasikan melalui tahapan/kontrak produksi sejalan dengan
pencapaian/peningkatan mutu dan kemajuan atau penerapan teknologinya yang terus
dikembangkan. Hal ini juga tentunya akan menjadikan biaya penelitian
pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh seluruh pihak terkait atau stake
holder lebih efektif dan fokus untuk prioritas Alutsista yang paling dibutuhkan
oleh pengguna (User) dan terpilih untuk terus dapat dikembangkan, diproduksi
dan ditingkatkan penguasaan teknologinya di dalam negeri sesuai kemampuan dan
ketersediaan alokasi anggaran pemerintah.
Berbagai Alutsista
yang telah dan belum mampu dibuat sendiri.
Berbagai Alutsista
yang dibutuhkan TNI sebenarnya sudah dapat ditentukan untuk pemenuhan jenis,
fungsi dan standar kaliber/kelasnya dihadapkan dengan doktrin pertahanannya
yang harus mampu menjaga dan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara diatas
wilayah teritorialnya yang sangat luas sebagai negara kepulauan dengan
kepadatan penduduknya yang terkonsentrasi di sebagian wilayah pulau-pulau
besarnya. Tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI juga berdasarkan
atas perkembangan lingkungan strategis, dari perkiraan ancaman atau lawan yang
mungkin dihadapi serta dari susunan tempurnya yang pada kenyataannya juga
cenderung meniru/mengadopsi/mengikuti susunan tempur militer/tentara yang telah
banyak diterapkan oleh negara-negara di dunia dengan berbagai modifikasinya,
yaitu guna menyesuaikan dengan peralatan tempur yang mampu dimiliki atau sudah
mampu dibuat di dalam negerinya sendiri atau karena adanya kerjasama dengan
negara-negara sahabat, sekutu atau aliansinya. Adapun Alutsista TNI yang telah
dan belum mampu dibuat sendiri untuk secara berangsur di desain dan diproduksi
sendiri di dalam negeri pada periode 5 sampai dengan 30 tahun mendatang, antara
lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Senjata
berikut munisinya (termasuk alat bidik optik/optronik, alat-alat
penginderaan/Sensory Radar maupun untuk kendali jejak otomatik dan penembakan
elektroniknya/Automatic and Electronic Computer for Aiming, Tracking and Firing
System kearah sasaran). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 30 tahun
mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan keseluruhan
sistem atau komponen-komponen utamanya telah siap untuk terus mampu
dikembangkan sendiri di dalam negeri, walaupun untuk percepatan pembangunannya
juga dapat melalui kerjasama industri/ teknologi militer dengan negara sahabat.
1)
Senjata
Infanteri atau senjata aspek darat atau untuk perorangan dan untuk
kelompok/satuan berikut munisinya dengan standar kaliber internasional dan/atau
yang telah disepakati/ digunakan untuk TNI (AD,AL,AU), diharapkan sampai dengan
10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri
dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara
sahabat.
a)
Pistol
Kal 9 mm (menggunakan Munisi 9x19mm), digunakan untuk Perwira mulai Dan Ton
sampai pimpinan tertinggi di TNI, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di
dalam negeri oleh PT Pindad.
b)
Senapan
Kal 5,56 mm (menggunakan Munisi 5,56x45mm), digunakan untuk prajurit, telah
mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad : (1) Senapan
serbu (Assault Rifle); (2) Karaben (Caraben), untuk Dan Ru; (3) Tipe Komando
(Command), untuk para Komandan atau pasukan khusus penumpas (Raiders).
c)
Senjata/Senapan
Otomatis (SO) Kal 5,56 mm (menggunakan untaian Munisi 5,56x45mm dan perangkainya),
untuk senjata kelompok, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
d)
Senapan
Mesin Multi Guna (General Purpose Machine Gun, GPMG) Kal 7,62 mm (menggunakan
untaian Munisi 7,62x51mm dan perangkainya), untuk berbagai kepentingan/ fungsi
sebagai SO yang juga dapat dipasang pada Ranpur, pesawat udara atau kapal
sebagai senjata utama, sebagai Penangkis serangan Udara (PSU) atau sebagai
Co-Ax pada Kanon Ranpur/Kapal, belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru riset
untuk dikembangkan sendiri di dalam negeri oleh PT Pindad.
e)
Senapan
Mesin Ringan (SMR), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan
perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk
luar negeri oleh PT Pindad.
f)
Senapan
Mesin Sedang (SMS), Kal 7,62 mm, (menggunakan untaian Munisi 7,62x51mm dan
perangkainya), belum dibuat sendiri di dalam negeri, baru modifikasi produk
luar negeri oleh PT Pindad.
g)
Senapan
Mesin Berat (SMB), Kal 12,7 mm, (menggunakan untaian Munisi 12,7x99mm dan
perangkainya) belum mampu dibuat sendiri.
h)
Senapan
Runduk (Sniper), Kal 7,62 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam
negeri oleh PT Pindad.
i)
Senapan
Runduk (Sniper), Kal 12,7 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di dalam
negeri oleh PT Pindad.
j)
Automatic
Grenade Launcher (AGL), Kal 40 mm, belum mampu dibuat sendiri.
k)
Senjata
Pelontar Granat (SPG), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di
dalam negeri oleh PT Pindad.
l)
Grenade
Rocket Launched (GRL), Kal 40 mm, telah mampu dibuat/diproduksi sendiri di
dalam negeri oleh PT Pindad.
m) Senjata Lawan Tank
atau Rudal Anti Tank : (1) Senjata Tanpa Tolak Balik (STTB) Kal 108 mm, belum
mampu dibuat sendiri di dalam negeri; (2) Peluru Kendali (Rudal), Disposable
Launcher, Rocket Propelled Grenade (RPG), belum mampu dibuat sendiri di dalam
negeri.
n)
Mortir
Komando Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
o)
Mortir
Long Range Kal 60 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
p)
Mortir
Split Barrel Kal 81 mm, pembuatan oleh PT Pindad tidak berlanjut.
2)
Senjata-senjata
untuk satuan intelijen atau untuk pasukan khusus, diharapkan pada 5 sampai 10
tahun kedepan sepenuhnya sudah dibuat sendiri di dalam negeri.
a)
Pistol
untuk satuan Intelijen, alternatif Kal 7,62 mm, 9 mm, 11 mm atau .22 dengan
panjang munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
b)
Senjata
Khusus Para/Komando, alternatif Kal 5,56 mm, 7,62 mm atau 9 mm dengan panjang
munisi khusus, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
3)
Senjata
untuk satuan Artileri Medan (Armed), diprediksi dan diharapkan 20 sampai dengan
40 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri
atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat.
Selanjutnya guna kemudahan dukungan bekal munisinya, standar kaliber meriam untuk tembakan
lengkung dan jarak jauh (Howitzer) untuk Armed TNI AD atau yang digunakan untuk
Bantuan Tembakan Kapal (BTK) TNI AL, sebaiknya juga ada kesamaan-kesamaan untuk
dapat alih tukar, terlebih bila akan dibuat di dalam negeri sendiri.
a)
Mortir
Kal 120 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
b)
Meriam
Howitzer (Tarik) Kal 76 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
c)
Meriam
Howitzer (Tarik) Kal 105 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
d)
Meriam
Howitzer (Tarik) Kal 155 mm, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
e)
Meriam
Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 105 mm, belum
mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
f)
Meriam
Howitzer Gerak Sendiri/GS (Self Propelled) diatas Ranpur Kal 155 mm, belum
mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
g)
Rocket
Multi Launcher Kal 2,75 inchi, baik yang ditarik atau diangkut diatas
kendaraan, untuk diatas Ranpur, Kapal atau pesawat, pernah dikembangkan dan
tidak berlanjut untuk dibuat sendiri di dalam negeri.
h)
Rudal
(Cruise Missile) jarak pendek/menengah/jauh, belum mampu dibuat sendiri di
dalam negeri.
4)
Senjata
untuk satuan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dihadapkan dengan tingkat
kesulitan pembuatan dan penguasaan teknologi/Know-How-nya, diprediksi dan
diharapkan 20 sampai dengan 50 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu
dibuat sendiri di dalam negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/
teknologi militer dengan negara sahabat. Kaliber senjata dan Rudal Arhanud TNI
AD atau untuk penjagaan bandara udara oleh Paskhas TNI AU ataupun untuk
digunakan diatas Kapal Perang TNI AL sebaiknya memiliki kesamaan-kesamaan guna
kemudahan dukungan bekal munisinya terlebih bila direncanakan untuk
pembuatannya di dalam negeri sendiri, seperti : a) Rudal, basic Manpack dengan
sistem pengejar panas/Hit and Forget yang dapat dikembangkan lebih lanjut
dengan dipasang sistem peluncurnya lengkap dengan Early Warning
System/Surveillance Radar, Radar Tracking, komputer dan peralatan optronik
pengendali untuk dengan cepat mengetahui, menjejak dan mengikuti sasaran guna
otomatisasi penembakan serta akurasi perkenaannya; b) Meriam 20 mm atau 40 mm
yang dilengkapi dengan Early Warning System/Surveillance Radar, Radar Tracking,
komputer dan peralatan optronik pengendali untuk dengan cepat mengetahui,
menjejak dan mengikuti sasaran guna otomatisasi penembakan serta akurasi
perkenaannya; c) Early Warning System/Surveillance Radar, untuk jarak dekat
guna satuan-satuan taktis yang bersifat mobil atau untuk jarak jangkau yang
relatif jauh untuk penjagaan pantai dan untuk penjagaan wilayah serta untuk di
atas kapal.
b.
Kendaraan
(untuk sistem mobil di darat). Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 40
tahun mendatang, struktur dan infrastruktur industri untuk pembuatan
keseluruhan sistem atau komponen utamanya telah siap dan mampu dikembangkan
sendiri di dalam negeri dengan atau tanpa melalui kerjasama industri/teknologi
militer dengan negara sahabat, seperti untuk pembuatan dan pengembangan
berbagai jenis kendaraan :
1)
Kendaraan
Taktis (Rantis), dirancang dan dibuat berdasarkan kelas/standar tonase/muatan
yang dapat diangkut (Truck) untuk barang dan jumlah muatan personelnya, dengan
sedikit modifikasi dapat dibuat untuk berbagai variannya seperti untuk
Kendaraan Ambulance, Komunikasi Mobil (Komob), Recovery/Crane, untuk Kendaraan
Logistik (Cargo Barang, Tanki Air atau BBM dan sebagainya), diprediksi dan
diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat
sendiri di dalam negeri. Standar klas/tonage kendaraan untuk TNI AD, TNI AL
maupun TNI AU inipun diharapkan sama dengan sedikit modifikasi yang mungkin
perlu disesuaikan untuk fungsi/kegunaannya. a) Rantis Tr ¼ Ton, belum mampu
dibuat sendiri di dalam negeri; b) Rantis Tr ¾ Ton, belum mampu dibuat sendiri
di dalam negeri ; c) Rantis Tr 1¼ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam
negeri; d) Rantis Tr 2½ Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri; e)
Rantis Tr 5 Ton, belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
2)
Kendaraan
tempur (Ranpur), dibedakan dalam rancangannya yang beroda ban (Wheeled Armoured
Vehicles) dan yang menggunakan rantai (Tracked Armoured Vehicles) berikut
sistem persenjataannya yang terus dapat dikembangkan, baik untuk Angkatan Darat
guna Infanteri, Kavaleri, Artileri maupun Arhanud bahkan untuk satuan
pendukungnya seperti untuk Satuan Pemeliharaan serta untuk Marinir (Kavaleri
atau kedepan untuk Infanterinya); diprediksi dan diharapkan 30 sampai dengan 50
tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri.
a)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 6×6 untuk Infanteri Mekanis atau untuk Kavaleri
(Sersus/Reconnaisance), saat ini telah mampu dibuat sendiri di dalam negeri,
oleh PT Pindad.
b)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 8×8 untuk Infanteri Mekanis, belum pernah dibuat sendiri di
dalam negeri.
c)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 4×4 untuk Kavaleri (Reconnaissance) atau Infanteri, sudah
dikembangkan oleh PT SSE, PT DI dan saat ini telah dipesan Dephan kepada PT
Pindad.
d)
Ranpur
Tank (Beroda Rantai) untuk Kavaleri dan/atau untuk Infanteri, belum mampu
dibuat sendiri di dalam negeri.
e)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 6×6 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri) belum
ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga
baru akan mengembangkan tipe amphibiousnya.
f)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 8×8 amphibi, untuk Marinir (Kavaleri atau Infanteri), belum
ada sinyalemen untuk menggunakan produk dalam negeri, sementara PT Pindad juga
belum mengembangkan jenis 8×8 (amphibious).
g)
Ranpur
Panser (Beroda Ban) 6×6 atau 8×8 atau Ranpur Tank (Beroda Rantai), untuk
Infantery Fighting Vehicles(IFV) guna Fight menghadapi Infanteri lawan yang
juga Mobile, belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara PT
Pindad juga belum terpikirkan untuk rancangan/ desain model/tipe-tipenya,
utamanya untuk kelengkapan sistem persenjataannya yang akan dipasang pada
Ranpur tersebut.
h)
Ranpur
Tank (Beroda Rantai) Kelas Menengah dan Main Battle Tank (MBT) untuk Kavaleri,
belum ada sinyalemen untuk pembentukan satuannya, sementara industri dalam
negeri dan Dephan/TNI juga belum merencanakan untuk desain atau pengembangannya
(Development).
3)
Kendaraan
Khusus (Ransus), dirancang dan dibuat untuk fungsi-fungsi Khusus atau kegunaannya
yang spesifik, yang bukan merupakan varian/modifikasi standar Rantis;
diprediksi dan diharapkan sampai dengan 30 tahun mendatang keseluruhannya telah
mampu dibuat/diassembling sendiri di dalam negeri, contoh :
a)
Tank
Transporter, untuk pengangkut Ranpur Tank, belum dibuat sendiri di dalam
negeri.
b)
Trailer
Rumah Sakit Berjalan, untuk kemudahan gelar Rumah Sakit Lapangan yang bersifat
Mobil, belum dibuat sendiri di dalam negeri.
c)
Dump
Truck dan kendaraan-kendaraan Berat lainnya untuk Satuan Zeni, sebagiannya
telah dibuat/diassembling di dalam negeri dengan atau tanpa modifikasi dari
Civilian Type.
4)
Kendaraan
Administrasi (Ranmin), dirancang dan dibuat untuk dukungan kegiatan
administrasi di Homebase dan tidak digunakan untuk tugas-tugas taktis di
lapangan atau operasi-operasi militer, walaupun bukan termasuk kelompok
Alutsista diharapkan untuk pengadaannya tetap menggunakan produk dalam negeri,
contoh :
a)
Sedan
untuk pejabat/petinggi militer, alternative menggunakan produk Civilian Type,
namun belum ada ketentuan menggunakan produk/rancangan anak bangsa (buatan
dalam negeri sendiri).
b)
Bus
antar jemput personel (AJP) untuk anggota militer, belum ada ketentuan
menggunakan produk/buatan anak bangsa sendiri di dalam negeri, namun selama ini
sudah menggunakan produk Civilian Type.
c.
Kapal
Laut, baik untuk Striking Force, Patrolling Force dan Supporting Force saat ini
hampir keseluruhannya belum mampu dibuat sendiri di dalam negeri (kecuali Fast
Patrol Boat, LCU, dan jenis kapal pendukung lainnya). Diharapkan 20 sampai
dengan 30 tahun mendatang pembangunan industri kapal perang, struktur dan
infrastruktur industri untuk pembuatan (Manufacture) berbagai komponen utama
atau sistemnya telah siap dan mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri dengan
posisi tawar (Bargaining Position) yang lebih baik dan menjanjikan dalam
kerjasama industri/teknologi militer dengan negara sahabat, baik untuk
pembuatan, pengembangan atau penjualan berbagai jenis kapal perang seperti : 1)
Destroyer, Fregat, Korvet (Klas 105/107 Meter); 2) Perusak Kawal Rudal (PKL);
3) Landing Platform Dock; 4) Landing Ship Tank (LST); 5) Landing Craft Utility
(LCU); 6) Kapal Selam; 7) Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat); 8)
Kapal-kapal pendukung lainnya seperti Tug Boat, Kapal Rumah Sakit,Hovercraft
dan sebagainya.
d.
Pesawat
Terbang, hingga saat ini untuk keseluruhan kebutuhan pesawat tempur (baik untuk
tempur strategis, tempur taktis dan angkut berat) belum mampu dibuat sendiri di
dalam negeri (kecuali pesawat angkut ringan CN235 dan Helikopter BO-105).
Diprediksi dan diharapkan 10 sampai dengan 50 tahun pembangunan industri
pesawat terbang termasuk struktur dan infrastruktur untuk pembuatan berbagai
komponen utama atau sistemnya telah mampu dikembangkan sendiri di dalam negeri
dengan posisi tawar (Bargaining System) yang lebih baik dan menjanjikan dalam
kerjasamanya dengan industri/teknologi militer negara sahabat, baik untuk jenis
Sayap Tetap (Fix Wing) maupun Sayap Putar (Helikopter), seperti untuk : 1)
Pesawat tempur strategis (memiliki kemampuan intai,pembom dan buru sergap); 2)
Pesawat tempur taktis (memiliki kemampuan tempur udara/dog fight); 3) Pesawat
Patroli ;4) Pesawat Latih; 5) Pesawat Angkut Ringan (sudah dapat dibuat
sendiri) yang dapat dimodifikasi untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk
Maritim Patrol/MPA dan sebagainya; 6) Pesawat Angkut Berat; 7) Pesawat Heli
penyelamat (Combat SAR, sudah dapat dibuat sendiri) yang dapat dimodifikasi
untuk berbagai fungsi/kegunaan seperti untuk Heli Angkut, Heli Serbu/Serang dan
sebagainya; 8) Pesawat Tanpa Awak yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi
sepertiReconnaicance atau bahkan untuk satu sistem penyerangan/penghancuran
terhadap pihak lawan.
e.
Alat
Komunikasi dan Elektronika; khususnya untuk Alkompur aspek darat yang juga dapat
dikembangkan untuk aspek laut dan udara. Diprediksi dan diharapkan sampai
dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu dibuat sendiri di dalam
negeri atau dibuat melalui kerjasama industri/teknologi militer dengan negara
sahabat, seperti untuk :
1)
Alat
komunikasi (Alkom) Radio Frekuensi (Transceiver) standar militer yang
dilengkapi dengan Freq Hopping dan Encryption System.
a)
Radio
HF/AM/SSB (0,5 – 30 MHz) dengan jarak jangkau yang relatif jauh, untuk Kiset,
Yonset, Brigade Set. Alkom Tempur yang berbasis untuk mendukung taktik satuan
(Manpack) ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur
atau Kapal Laut) atau Base Station, mulai dari 20 Watt, 40 Watt, 100 watt, 200
Watt atau sampai 400 Watt untuk Divisi Set sampai untuk antar benua dengan
menggunakan Antena Menara/Broadband Antenna. PT LEN saat ini sudah mampu
membuat dan mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver) HF/AM/SSB Frequensi
Hopping (50 Hopping/Sec) untuk TNI.
b)
Radio
VHF/FM (30 – 88 MHz atau 108 – 150 MHz), untuk Tonset atau Kiset, Basic Manpack
ini juga dapat dikembangkan untuk sistem Mobile (pada Rantis/Ranpur atau Kapal
Laut). PT LEN saat ini sedang mengembangkan Alkom Radio (Manpack Transceiver)
VHF/FM Frequensi Hopping (20 Hopping/Sec) untuk TNI.
c)
Radio
UHF/FM (150 – 2000 MHz) Hand Held, Mobile atau Base Station yang juga dapat
dikembangkan untuk jarak-jarak jauh dengan dibantu Repeater. Industri dalam
negeri saat ini belum mengembangkan untuk kebutuhan militer, khususnya untuk
tipe Handheld.
d)
Radio
Multirol HF/VHF/UHF (20 – 200 MHz), untuk Tonset atau Kiset yang sekaligus juga
umumnya digunakan untuk komunikasi jarak jauh atau antara pasukan di darat
dengan pesawat (Ground To Air /GTA), Basic Manpack ini juga dapat dikembangkan
untuk sistem Mobile (pada Rantis/ Ranpur). Industri dalam negeri saat ini belum
mengembangkan untuk kebutuhan militer.
e)
Radio
HF/AM/SSB dan VHF/FM serta UHF untuk Air to Air yang digunakan pada pesawat
udara. Industri dalam negeri saat ini belum mampu untuk membuat Alkom jenis ini
yang utamanya harus tidak mengganggu dan tahan terhadap interferensi gelombang
elektromgnetik yang dapat membahayakan sistem navigasi pada pesawat.
2)
Alat
Komunikasi dengan menggunakan Sistem Komunikasi Satelit (Siskomsat) TNI
3)
Alat
Komunikasi dengan jaringan kabel, serat optik dan selular yang terintegrasi
dengan jaringan untuk pelayanan publik (Public Service Telecom Network)
f.
Alat
Perlengkapan Prajurit Perorangan untuk di lapangan/tempur, Perlengkapan Khusus
dan Perlengkapan Satuan, baik untuk aspek darat, laut atau udara. Diprediksi
dan diharapkan sampai dengan 10 tahun mendatang keseluruhannya telah mampu
dibuat sendiri di dalam negeri atau terpenuhi melalui kerjasama dengan negara
sahabat dengan posisi tawar yang benar-benar diharapkan saling menguntungkan,
seperti :
1)
Pakaian,
sepatu dan Ransel untuk pembawa bekal, saat ini telah mampu di produksi di
dalam negeri sendiri walaupun bahan bakunya sebagian besar masih harus impor,
kecuali untuk pakaian-pakaian khusus untuk penerbang yang tahan api, untuk
menyelam dan sebagainya yang belum dibuat sendiri di dalam negeri.
2)
Helm
Tempur dan Rompi yang tahan tembak peluru MKK, saat ini telah mulai
dikembangkan di dalam negeri, namun tidak berlanjut, yang memang membutuhkan
kesiapan industri untuk pembuatan/ investasi permesinannya guna tuntutan
perolehan mutu dan performance produk yang kuat, baik dan representatif.
3)
Alat-alat
navigasi untuk kelengkapan tempur parajurit, seperti Global Positioning Station
(GPS), Teropong Binocular, Kompas Tempur, NVG atau Alat Deteksi Panas Tubuh
Manusia (untuk mendeteksi/mengetahui adanya lawan dikegelapan) dan sebagainya,
saat ini belum dikembangkan di dalam negeri.
Konsekwensi dan
Konsistensi untuk Percepatan Realisasi Kemandirian Alutsista.
a.
Pemerintah,
dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai penjuru depan (Leading Sector)
bersama Institusi danStake Holder lainnya, mulai dari TNI selaku pengguna
(User), Kemenegristek, Departemen Perindustrian, BUMN bahkan Bappenas dan
Departemen Keuangan harus segera membuat komitmen untuk peta jalan (Road Map)
dan rencana strategis (Grand Strategy) pencapaian kemandirian Alutsista,
setidaknya untuk 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, untuk berbagai target jenis
komoditi/produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri, sekaligus
untuk rencana pembangunan industrinya yang akan digunakan/ditunjuk/
dimanfaatkan mulai dari pembuatan desain/rancang bangun, pembuatan Pro-to-Type
sampai ke produksi/pabrikasinya (Manufacture/Assembling) berikut
industri-industri pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat
berbagai komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang
akan dibuat.
b.
Institusi-institusi
di internal Departemen Pertahanan sendiri harus siap dengan SDM nya yang
memahami dan peduli (Concern) dengan tugasnya, kompeten, profesional dan
memiliki moral serta dedikasi yang tinggi sesuai dengan kewenangan (Authority)
yang dimilikinya. Dephan harus siap dengan cara-cara/sistem
pengelolaan/manajemennya, dengan perangkat lunak, regulasi/aturan serta
prosedurnya yang Acceptable untuk membina, membangun dan memberikan supervisi
kepada Industri Nasional yang akan digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk
pembuatan dan pengembangan berbagai komoditi/produk militer/sarana pertahanan
negara atau (Alutsista) , yaitu :
1)
Ditjen
Ranahan Dephan dengan Direktorat Teknologi Industrinya (Dittekind) merupakan
penjuru (Leading Sector) yang memiliki kewenangan mengkoordinir seluruh
perwakilan Stake Holder atau Institusi Terkait untuk membuat peta jalan (Road
Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) guna penentuan Alutsista yang
akan dibuat sendiri di dalam negeri 5 sampai 25 tahun mendatang. Dittekind juga
tidak bekerja sendiri untuk menjadikan/ menuntaskan rumusan Road Map dan Grand
Strategy tersebut, namun tetap dibantu oleh Tim Indhan yang Independen (yang
dibentuk Dirjen Ranahan Dephan untuk mewadahi seluruh perwakilan institusi
terkait). Selanjutnya Dittekind menginventarisasi dan memberikan perijinan/persetujuan
kepada industri atau konsultan yang akan digunakan/dimanfaatkan guna fokus
percepatan pencapaian kemandirian Alutsista, seperti industri, badan hukum atau
konsultan yang akan dijadikan partner/mitra kerja Institusi Litbang (Balitbang Dephan/Litbang
Angkatan) dalam rangka mendesain, membuat prototype ataupun yang akan dijadikan
mitra kerja Institusi Pengadaan (Ditada Ditjen Ranahan Dephan dan
Dinas-Dinas/Institusi Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan) sebagai industri
Manufacture/ Assembling dan Trading dalam rangka produksi, pembelian atau
pengadaan komoditi milliliter (Alutsista), khususnya yang akan dibuat sendiri
di dalam negeri. Di jajaran Dephan/TNI sendiri, khususnya di internal Dephan,
seperti Dittekin, Puslitbang Indhan, Ditada dan Ditkersin Ditjen Strahan dapat
bekerjasama untuk memberikan rekomendasi, perijinan/persetujuan untuk pembuatan
desain, prototype ataupun produk terpilih yang dibuat di dalam negeri, yang
masih perlu/boleh di impor atau untuk kepentingan ekspor. Dittekin dengan
dibantu Balitbang dan Ditkersin Ditjen Strahan juga memiliki kewenangan untuk
membangun kerjasama teknologi/industri pertahanan/militer dengan negara-negara
sahabat untuk lebih bisa meningkatkan kemampuan industri dalam negeri.
2)
Selanjutnya
guna independensi dan agar tidak terjadi keberpihakan (Take sides), Direktorat
Standarisasi dan Kelaikan (Ditstandlaik) Ditjen Ranahan Dephan mengkoordinir
Tim Kelaikan Dephan yang Independen melaksanakan verifikasi dan sertifikasi
untuk akreditasi industri pertahanan/industri militer sesuai
kemampuan/kualifikasinya, terlebih bagi industri/perusahaan yang akan
digunakan/ditunjuk/dimanfaatkan untuk pembuatan produk-produk/komoditi militer
di dalam negeri. Ditstandlaik juga melakukan sertifikasi kelaikan produk/komoditi
untuk militer mulai dari desain, rancangbangun atau prototype/typenya sampai
dengan produk serinya, termasuk untuk produk-produk yang dibeli dari luar
negeri. Ditstandlaik mengkoordinir untuk pengesahan seluruh standar produk
teknologi yang akan dijadikan/digunakan untuk kepentingan militer Indonesia,
seperti untuk rancangan/desain sistem kerja pada berbagai fungsi produk
komoditi militer, standar proses atau prosedur untuk penentuan
persyaratan/spesifikasi teknis dalam rangka rekuisisi/ pengadaan atau penerimaannya,
mulai dari dimensional, kandungan bahan, unjuk kerja atau Performance sampai
dengan pengujian, pengukuran dan analisisnya. Sedangkan untuk proses akreditasi
kemampuan industri pertahanan, antara lain dilakukan melalui verifikasi
struktur organisasinya yang telah eksis atau akan dibangun, seperti dari
kesiapan/adanya sumberdaya manusianya dengan berbagai sertifikat keahliannya,
dari infrastruktur keberadaan fasilitas sarana dan prasarana industri yang
dimiliki, dari kondisi dan kodusifitas lingkungan kerja dan sistem manajemen
mutunya dalam rangka kompetensinya menangani produk/komoditi militer atau
Alutsista yang ditekuni dan dapat dihandalkan dari berbagai kemampuannya
seperti :
a)
Kemampuan
Desain (Design)
b)
Kemampuan
mewujudkan desain menjadi Pto-To-Type/Type (Developing).
c)
Kemampuan
memproduksi dan merakit secara massal (Manufacturing/assembling serial
productions).
d)
Kemampuan
di bidang penjualan (Trading).
e)
Kemampuan
pelayanan purna jual dan penyediaan suku cadang (After Sales Service) serta
pendidikan (Training) untuk penguasaan penggunaan produk-produk militer.
f)
Kemampuan
di bidang pelayanan pemeliharaan dan perbaikan serta peningkatan
kemampuan/unjuk kerja (Performance) dan fitur produk. (Service, Maintenance and
Upgrading/Modification).
g)
Kemampuan
memberikan dukungan logistik yang terintegrasi/terpadu dengan kegiatan pengguna
(User) produknya (Integrated Logistic Support/ILS).
3)
Adapun
Balitbang Dephan berperan sebagai supervisi Litbang Angkatan dan sebagai
Leading Sectoruntuk :
a)
Pembuatan
dan pengembangan desain/rancang bangun dan Pro-to-type/Type Alutsista/sarana
pertahanan yang akan dibuat di dalam negeri.
b)
Bersama
Litbang Angkatan mengembangkan rancang bangun proses-proses modifikasi
(Upgrading) sampai dengan Pro-to-type/Type untuk produk Alutsista/sarana
pertahanan yang sudah dipakai/usang guna meningkatkan unjuk kerja (Performance)
atau penambahan fitur-fitur (Feature) kemampuan lainnya.
c)
Merumuskan
standar teknologi, produk atau proses yang telah mampu dicapai oleh industri di
dalam negeri untuk digunakan sebagai acuan rekuisisi pengadaan/pembelian
produk-produk militer, dengan rekomendasi untuk tahapan pencapaian sasaran yang
diharapkan lebih berpihak untuk menghidupkan dan mengembangkan industri militer
di dalam negeri sendiri.
d)
Mengkoordinir
untuk penentuan komoditi militer/Alutsista terpilih, penting dan mendesak
(Urgent) yang akan diteliti dan dikembangkan sampai dengan siap untuk
diproduksi sesuai skala prioritas guna pemenuhan kebutuhan User/TNI, namun juga
dipastikan teknologi dan Know-how nya mampu dikuasai dan diterapkan oleh
ndustri di dalam negeri.
Disamping
memberikan dukungan untuk terealisasinya desain/ rancang bangun hingga
terwujudnya pembuatan/pengembangan (Developing) Pro-to-type/Type Alutsista/sarana
pertahanan yang terpilih, prioritas dan mendesak untuk jangka pendek tahunan
atau lima tahunan, Balitbang Dephan juga memfokuskan berbagai kegiatan Litbang
komoditi militer yang perlu terus diwadahi/diakomodasi untuk pencapaian hasil
jangka panjangnya hingga 25 tahunan, dengan mengefektifkan dan meningkatkan
kemampuan industri militer/industri pertahanan, lembaga-lembaga pendidikan
ataupun laboratorium terkait lainnya yang berpartisipasi dan diharapkan turut
membantu penelitian dan pengembangan (R&D) Alutsista/sarana pertahanan.
Selanjutnya untuk
pembuatan desain/rancang bangun hingga Pro-to-type/type Alutsista/sarana
pertahanan tersebut diharapkan satu paket untuk pemesanan produk serinya yang
dijamin pasarnya (dibeli) oleh pemerintah untuk terus dapat dikembangkan
(improved) oleh pabrikan dalam tahapan-tahapan kontrak pengadaannya dari
pemerintah (Dephan/TNI).
4)
Ditjen
Renhan sebagai Leading Sector dalam perencanaan anggaran Dephan/TNI untuk
pencapaian kemandirian Alutsista/sarana pertahanan yang telah diformulasikan
dan dituangan dalam Peta Jalan (Road Map) dan Grand Strategy mengkoordinasikan
guna perolehan alokasi dukungan biaya pemerintah melalui perencanaan program
kerja dan anggaran tahunan, lima tahunan sampai 25 tahunan, baik untuk
pembuatan desain/rancang bangun atau prototype/type Alutsista/sarana pertahanan
yang akan dilaksanakan/ dikoordinasikan oleh Balitbang Dephan dan Litbang
Angkatan sampai dengan paket-paket untuk pengadaan/pembelian produk serinya
yang akan direalisasi dan dieksekusi menjadi kontrak-kontrak jual beli oleh
Direktorat Pengadaan (Ditada) Ditjen Ranahan Dephan dan Dinas-dinas/Institusi
Pengadaan yang ada di TNI/Angkatan.
5)
Institusi
lain di luar Dephan/TNI, seperti Kemenegristek, BPPT, LIPI atau BUMN terkait
dengan program dan anggaran tahunan, lima tahunan atau dua puluh lima
tahunannya diharapkan dapat focus untuk membantu/mendukung pembuartan rancang
bangun sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih dan
prioritas, yang telah diformulasikan dan dituangkan dalam Road Map dan Rencana
Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista. Dukungan tersebut diharapkan
dapat mempercepat penguasaan teknologi (hulu sampai dengan hilir) yang
dibutuhkan, baik yang sudah dianggap maju (Advance) hingga yang canggih (Sophisticate)
untuk :
a)
Sistem
senjata/penembakan berikut munisinya.
b)
Sistem
platform/pembawa senjata matra darat, laut dan udara termasuk sistem proteksi
dan pendukungnya (kendaraan, kapal laut dan pesawat).
c)
Sistem
komunikasi (RF, sonar, kabel/serat optik, selular atau Siskomsat).
d)
Sistem
deteksi (Surveillance Radar), navigasi dan kendali senjata (Tracking Radar
& Computation System) termasuk sistem manajemen informasi untuk komando
pengendalian pertempuran.
e)
Sampai
dengan berbagai penguasaan teknologi untuk kebutuhan bekal-bekal dan peralatan
yang akan digunakan oleh prajurit atau satuan tempurnya yang lebih besar lagi,
termasuk untuk alat peralatan keamanan (Security) lainnya.
6)
Sedangkan
dukungan dari Institutsi/lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas
diharapkan dengan kurikulum dan program-program penelitiannya, sebaiknya ada
yang dialokasikan/ diprogramkan khusus untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan
program-program pengembangan (R&D) Alutsista yang telah dituangkan dalam
Road Map dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista/sarana
pertahanan dengan berbagai target pencapaiannya untuk 5 sampai 25 tahun
kedepan. Sasarannya dapat untuk membantu/mendukung pembuartan rancang bangun
sampai dengan Pro-to-type Alutsista/sarana pertahanan terpilih/ prioritas atau
untuk mempercepat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan
(hulu sampai dengan hilir), mulai dari yang relatif sudah maju (Advance) hingga
yang canggih (Sophisticate).
Kesimpulan.
a.
Perlunya
komitmen seluruh stake holder/bangsa untuk tercapainya Kemandirian
Alutsista/sarana pertahanan, yang sinkron dengan tujuan yang lebih besar/luas
lagi guna tercapainya Kemandirian Bangsa, yang bukan hanya mimpi, namun juga
dituntut harus berbuat, dilakukan dengan konsisten dan konsekwen dalam
mewujudkan/merealisasikannya.
b.
Perlunya
peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis (Grand Strategy) untuk
pemenuhan Alutsista TNI serta untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang
banyak, bangsa atau dunia dari hasil karya anak bangsa sendiri, dari hasil
desain/rancang bangun anak bangsa Indonesia sendiri, dari hasil produksi dan
budidaya bangsa sendiri yang harus terus bisa menjadikan bangsa Indonesia
unggul, tangguh dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang
relatif sudah lebih dahulu maju/sangat maju di tengah-tengah persaingan dunia/
global.
c.
Pemerintah,
dalam hal ini Departemen Pertahanan sebagai Leading Sector bersama seluruh
Stake Holder/Institusi terkait segera membuat peta jalan (Road Map) dan rencana
strategis (Grand Strategy) untuk pencapaian kemandirian Alutsista, untuk target
dan sasaran berbagai produk Alutsista yang akan dibuat sendiri di dalam negeri
pada periode 5 sampai dengan 25 tahun kedepan, sekaligus untuk rencana
pembangunan/pemanfaatan industrinya, mulai untuk pembuatan desain/rancang
bangunnya, untuk pembuatan Pro-to-Type/Typenya sampai dengan produk
seri/massalnya pada suatu industri Manufacture berikut untuk industri-industri
pendukungnya (Out Sources) yang diharapkan mampu membuat berbagai
komponen-komponen utama (Major Components) dari jenis Alutsista yang akan
dibuat.
d.
Walaupun
pada kenyataannya kedepan tidak mungkin seluruh aspek, bidang atau sektor
kehidupan dapat diwujudkan sebagaimana hakekat kemandirian bangsa, namun setidaknya
semua hal penting yang terus dapat menjadikan bangsa Indonesia unggul, tangguh
dan sejahtera, mampu hidup sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya di
tengah-tengah persaingan global, sebaiknya bisa diraih secara simultan sesuai
peta jalan (Road Map) dan Rencana Besar Strategis menuju kemandirian Alutsista
atau bangsa.
Oleh : Brigjen TNI Ir. Agus Suyarso
( Tim Litbang Kemenhan, tahun 2009) Post by Jalo 11/04/201
jakartagreater.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar