Kamis, 07 Agustus 2014

Israel Jaga Presiden SBY di Gaza

Israel akan memberikan jaminan keamanan jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi berkunjung ke Jalur Gaza untuk misi kemanusiaan.


“Jika dia memberitahu, kami akan membahas soal itu,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Paul Hirschson, kepada merdeka.com, melalui WhatsApp, Jumat (1/8).

Namun, Israel bakal lebih gembira lagi jika SBY bisa melawat ke negaranya.

“Kami akan senang menjamu lawatan presiden Anda ke negeri kami,” ujar Paul.

Merdeka.com mendapat informasi Presiden SBY mempertimbangkan akan melawat ke Jalur Gaza untuk membawa bantuan kemanusiaan bagi penduduk Gaza yang kini telah dibantai Israel.(merdeka.com).


IAe: Durian Runtuh di Musim Luruh

Matahari siang seperti belum puas melihat rerumputan yang meradang kepanasan. Bunga-bunga penghias jalanan lunglai terkulai tak berdaya, sementara sungai dan waduk-waduk sudah lama kering kerontang. Di beberapa tempat di sekitar Kuala Lumpur dan Selangor, secara bergantian mengalami giliran jatah aliran air bersih di rumah-rumah penduduk. Kondisi kering telah lama menghantui masyarakat ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Ironis, berita-berita di layar kaca justru lebih sering memperlihatkan bencana banjir yang kerap terjadi di Jakarta. Sehingga pertanyaan menggelitik seringkali terdengar di kalangan masyarakat etnis China yang pemukimannya mengalami pemutusan aliran air bersih, apakah hujan ini sudah dibeli semua oleh orang seberang? Hehehe..! Maklum, dalam tahun ini, Malaysia mengalami penurunan curah hujan yang drastis. Sering dilakukan usaha merekayasa hujan, tapi dari sepuluh kali hasil uji coba, hasilnya hanya dikisaran 10-20% saja. Apa yang salah dengan iklim di Malaysia?

Inilah sesungguhnya awal diskusi yang melibatkan para pakar teknologi di Kementerian Teknologi Hijau Malaysia. Harus diakui, meskipun kementerian ini memiliki anggaran yang relatif besar, namun fasilitas yang dimilikinya, ternyata jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan fasilitas milik LIPI. Dari sini pula, diskusi merambat kepada sektor kepemilikan dan penguasaan teknologi. Tidak diketahui jelas apa alasan yang mendasarinya, tiba-tiba Indonesia dijadikan sebagai objek pembanding. Padahal, biasanya Malaysia lebih memilih Thailand sebagai pembandingnya, mengingat kedua negara ini memiliki kesamaan letak geografis, yakni merupakan bagian dari mainland of Asia. Dari mulai sejarah kepemilikan satelit, penguasaan teknologi aeroangkasa hingga kepemilikan radar dan penguasaan teknologi yang menyertainya. Hingga pada akhirnya diskusi ini menyeret pada satu keyakinan bersama bahwa Indonesia telah menguasai sebuah teknologi yang tidak mereka kuasai. Sayang, saya bukan orang yang ahli dalam bidang aeroangkasa dan meteorologi, sehingga kurang bisa merangkai sebab akibat dari mengapa akhirnya mereka bisa sampai pada kesimpulan bahwa Malaysia harus segera mengakuisi CN235MPA versi terbaru produksi IAe(sebutan PTDI dalam bahasa Inggris). Selain itu mereka juga berminat dengan produk N295, dengan syarat semua spect N295 yang mereka pesan nanti harus sama persis dengan produk sejenis yang telah dimiliki Indonesia. Padahal sehari sebelumnya, Sultan Brunei belum berani memesan pesawat N295 ini, selama produk tersebut belum dibangun seluruhnya di Indonesia. Ada apakah gerangan, kira-kira seperti itulah pertanyaan kecil yang sering hinggap di pikiran.


Tadi siang, tiba-tiba handphone saya bergetar. Sebuah email dari seorang sahabat, dengan lantang mengucapkan selamat atas keberhasilan PTDI dalam merebut minat dari para petinggi di lingkungan TUDM. Dia juga tidak lupa meminta maaf karena selama kepergiaannya selama ini tidak pernah berkirim kabar. Rupanya dia telah diutus oleh atasannya untuk keliling ke berbagai negara, semata-mata untuk memantau tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk pesawat jenis CN235 atau C235 dalam berbagai versi. Hasilnya ternyata telah menuntun pada hasil sidang antar menteri terkait hari ini, dalam menentukan pilihan bagi armada angkutan ringan, sedang, dan marine patrol. Komisi ini telah merekomendasikan pesawat CN235 dan N295 IAe, sebagai armada baru yang mereka perlukan.


Tentu saja kebanggaan besar tiba-tiba menyeruak dalam hati saya ketika dia menambahkan bahwa ternyata US sendiri lebih mengandalkan pesawat ini untuk mengontrol perairannya. Bahkan lebih handal dari produk sejenis yang dikeluarkan oleh Italia dan Swedia, atau bahkan dengan produk USnya sendiri..! Hahaha..! Nah lho? Masih belum yakin juga dengan kemampuan insinyur PTDI ?.

Dia menambahkan bahwa CN235 Malaysia yang telah diupgrade pada tahun 2009, konon kini telah menjadi tulang punggung bagi pengawasan wilayah udara dan laut Malaysia yang tidak kecil nilainya. Latma Ex Thypoon beberapa waktu lalu adalah medan pembuktian pesawat mungil ini. Dalam diam, Malaysia telah menyusupkan pesawat ini dalam latihan. Ada keunggulan yang diluar perkiraan dan sangat membanggakan, sehingga MinDef merekomendasikan IAe sebagai pemasok tunggal bagi pengadaan keperluan armada yang telah ditentukan.

Terima kasih Pak Syafrie Syamsudin dan Pak Budi Santoso, yang tidak pernah lelah memperkenalkan buah karya anak bangsa ini ke persada dunia. Semoga kelak bisa menjadi sebuah kebanggaan bersama. Amien..! Salam hangat bung..! (by: yayan@indocuisine, Kuala Lumpur, 08 August 2014).





Kamis, 24 Juli 2014

Menjelang Akhir Pujian Mengalir

Analisis (MI) : Begitulah gambaran perjalanan pemerintahan kita selama sepuluh tahun terakhir ini. Atas nama demokrasi, kebebasan berpendapat maka jalannya pemerintahan sepanjang jalan ceritanya dicecar terus oleh beberapa media vulgar untuk menggiring opini publik seakan-akan jalannya pemerintahan tidak membawa nilai, perbaikan dan pertumbuhan. Tetapi ketika menjelang akhir justru pujian mengalir dari media yang sama pula seiring dengan beralihnya cara pandang dan kepentingan mereka menghujat dari Presiden eksisting ke para Capres yang didukungnya.

Sejak awal kita berpandangan bahwa dalam setiap ide dan tulisan yang kita publikasikan, rangkaian kalimat yang kita sampaikan selalu ingin menyatakan niat khusnuzon.  Tidak ingin berputar pada alinea menyalahkan tetapi pada hasrat yang menggebu untuk menempatkan nilai prestasi pada koridor yang pantas.  Banyak hal yang sudah dicapai dalam perjalanan pemerintahan SBY tetapi apakah hasil itu kemudian bisa dipublikasikan secara proporsional oleh media “independen” kita. Jawab jelasnya tidak.  Yang diberitakan oleh media dengan tanda kutip independen itu lebih banyak publikasi hujatan, prasangka buruk, caci maki dan ejekan diluar batas-batas kepatutan untuk sebuah media berita. Pura-pura independen tetapi sejatinya untuk menyuarakan kepentingan pemilik medianya.

Pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 5 % selama sepuluh tahun merupakan prestasi yang pantas dipublikasikan termasuk peningkatan kesejahteraan.  Kekuatan ekonomi RI menjadi 10 besar dunia dan peningkatan pendapatan perkapita yang signifikan  membuat lembaga keuangan dunia mengapresiasi kepemimpinan SBY. Kepemimpinannya yang penuh perhitungan sehingga dianggap sebagai peragu belakangan baru dipahami sebagai bagian dari strategi kecerdasan untuk membangun harkat dan martabat. Contohnya masalah Ambalat ketika memanas di awal pemerintahan SBY.

Ketika masalah itu sempat mendidihkan adrenalin bangsa ini, Presiden SBY justru melontarkan statemen diplomasinya yang halus dan tidak ingin membakar hasrat bermusuhan dengan Malaysia.  Dia katakan bahwa antara Indonesia dan Malaysia adalah tetangga yang punya banyak kesamaan, disana ada jutaan TKI yang  mencari nafkah, maka segala perselisihan teritorial hendaklah diselesaikan di meja perundingan.  Waktu itu banyak orang yang “gondok” dengan sang Presiden yang ternyata tidak lantang menyanyikan lagu maju tak gentar.

Namun perjalanan berbangsa kemudian membuktikan bahwa Panglima Tertinggi sejatinya “marah besar” dengan polah jiran sebelah yang meremehkan teritori Indonesia. Disamping itu berdasarkan kajian intelijen cuaca di Laut Cina Selatan diprediksi dalam beberapa tahun kedepan akan bergelombang dan membahayakan.  Maka melalui rembug nasional yang melibatkan Kemhan dan Parlemen dibuatlah strategi besar untuk memperkuat militer RI dengan belanja alutsista secara besar-besaran, terbesar sejak era Dwikora.  Disiapkan anggaran US$ 15 Milyar untuk modernisasi militer kita selama tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Minimum Essential Force (MEF) jilid satu.

Kini setelah rencana besar itu digulirkan lima tahun lalu, hasilnya adalah mengalirnya dengan deras beragam alutsista untuk mengisi satuan tempur hulubalang republik.  Yang lebih membanggakan lagi adalah menggeliatnya industri pertahanan dalam negeri seperti PT PAL, PT DI, Pindad dan industri hankam swasta nasional untuk ikut meramaikan produksi alutsista buatan anak negeri maupun kerjasama produksi dengan negara lain.  Bukankah ini sebuah prestasi untuk meningkatkan harkat dan martabat.  Bayangkan kita sekarang punya 300 Panser Pindad, 12 Kapal Cepat Rudal, 2 LPD, murni produksi anak bangsa. Bukankah itu membanggakan harkat dan martabat.

Penggiringan opini publik memang luarbiasa selama sepuluh tahun ini.  Kebebasan menyuarakan suara miring seakan-akan republik ini menjadi negara gagal sangatlah memalukan.  Ada yang menyebut negeri auto pilot sambil membawa kerbau, bahkan ada yang menyebut negeri ini negeri para bedebah dengan puisi karangannya seakan-akan dialah satu-satunya malaikat, sementara penghuni republik ini setan semua.  Kalau mau diurai terlalu banyak umpatan, caci maki dan ejekan dalam serial pemerintahan menjelang satu dasawarsa ini.

Nah, sekarang ketika pemerintahan ini menjelang tutup buku untuk digantikan pemerintahan yang baru, hujatan itu tak ada lagi berganti dengan sanjungan dan pujian.  Dikatakan bahwa  SBY adalah seorang negarawan, seorang politisi santun yang telah mampu membawa berbagai kemajuan dan kebanggaan untuk negeri ini. SBY adalah jendral cerdas yang perlu dicontoh oleh presiden berikutnya.  Ironi bukan, dunia sudah jauh-jauh hari menyatakan keberhasilan yang mampu meningkatkan harkat dan martabat itu, baru kemudian pujian itu dilantunkan di pasar media dalam negeri oleh pasar yang sama pula yang dulunya menghujat.

Bagi kalangan militer SBY telah menoreh sejarah emas untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas persenjataan  hulubalang republik termasuk peningkatan kesejahteraan para prajurit. Demikian juga kalangan yang memiliki visi perspektif dan bernaluri khusnuzon, termasuk tetangga kiri kanan sudah sejak lama mengapresiasi kepemimpinannya baik dari sisi kemajuan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, hubungan luar negeri, kecerdasan diplomasi dan perkuatan pertahanan. 

Tidak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan gaya kepemimpinan SBY.  Kesempurnaan hanyalah milik Allah.   Masih banyak yang harus dibenahi untuk negeri majemuk ini, dan bangsa besar ini akan terus berjalan menikmati eksistensi dan pertumbuhannya.  Maka ketika kita memandang dari sisi itu niscaya penilaian proporsional pada akhirnya akan menempatkan nilai Presiden ke enam itu sebagai seorang yang telah mampu mengantar negeri ini ke pintu martabat dan harkat yang jauh lebih baik dan bernilai memuaskan.


Sumber : Analisis

Rabu, 23 Juli 2014

F-16 C/D TNI AU Tiba di Guam Menuju Lanud Iswahjudi

Tiga pesawat tempur F-16 C/D 52ID TNI AU dengan call sign "Viper Flight," dari  Pangkalan Udara Eielson Alaska berhasil mendarat dengan selamat di Pangkalan Udara Andersen Guam.


Ketiganya lepas landas dari Pangkalan Udara Eielson pada 22 Juli pukul 11.14 waktu setempat dan mendarat di Guam pada pukul 15.00 waktu setempat. Pesawat leader adalah F-16 C dengan nomor TS 1625 yang diterbangkan Col. Howard  Purcel,  pesawat kedua adalah F-16 D dengan nomor TS 1620 yang dipiloti Maj Collin Coatney/Ltk. Firman Dwi Cahyono dan pesawat ketiga juga F-16 D dengan nomor TS 1623 yang diawaki Ltc. Erick Houston/May. Anjar Legowo.

Viper Flight telah menempuh perjalanan dari Alaska menuju Guam selama 9 jam 46 menit dengan dikawal pesawat tanker KC-10 dari Pangkalan Udara Travis. Semula flight terbang pada ketinggian 7.620 meter dengan kecepatan 0.75 MN (Mach Number) atau sekitar 450 KTAS (Knots True Air Speed) melewati Samudra Pasifik yang luas. Namun penerbangan terpaksa naik ke ketinggian 8.230 meter untuk menghindari awan dan turbulensi. Selanjutnya pada dua jam terakhir kecepatan terpaksa ditambah agar tiba sesuai rencana. Selama perjalanan telah dilaksanakan 9 kali air to air refueling (isi bahan bakar di udara). Saat mendarat dalam kondisi hujan ringan, namun setelah landing menjadi cukup lebat.


Setelah sebelumnya tertahan selama 5 hari di Eielson karena kerusakan pada pesawat tanker, maka besok tanggal 23 Juli akan dilaksanakan penerbangan leg terakhir dari Guam langsung menuju Lanud Iswahjudi Madiun dengan rencana waktu tempuh 5 jam 16 menit. Ketiga pesawat rencananya akan mendarat pada pukul 11.16 di Lanud Iswahjudi Madiun pada tanggal 24 Juli 2014, dan akan diterima oleh Kepala Staf Angkatan Udara dan pejabat teras TNI AU dan Kemhan untuk selanjutnya akan langsung diparkir di hangar Skadron Udara 3 "The Dragon Nest" untuk inspeksi.

Setelah libur Idul Fitri, maka enam instruktur penerbang F-16 akan mulai melanjutkan latihan terbang konversi F-16 C/D nya di Lanud Iswahjudi Madiun mulai Agustus 2014 dibawah supervisi empat instruktur penerbang dari US Air Force Mobile Training Team.

Rencananya pesawat-pesawat ini akan menjalani modifikasi pemasangan peralatan drag chute(rem payung) karena konfigurasi awal pesawat F16C/D-52ID tidak dilengkapi dengan drag chuteyang dilakukan teknisi TNI AU dibantu personel Lockheed Martin pada kuartal pertama 2015.

Seluruh pesawat sebelumnya menjalani upgrading dan refurbished rangka "airframe" serta modernisasi sistem avionik dan persenjataan di Ogden Air Logistics Center Hill AFB, Utah. Rangka pesawat diperkuat, kokpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua sistem lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat  ditambahkan agar lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat.



Senin, 30 Juni 2014

Mengesankan, Kill Ratio Su-30 dan F-15 9:1


Latihan udara sepuluh tahun lalu itu menyoroti keandalan pilot jet tempur Angkatan Udara India (IAF), efek menggunakan jet tempur Rusia dan kekurangan yang fatal dalam pola pelatihan pilot Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).



Adalah latihan Cope India 04 antara IAF dan USAF yang diadakan di India pada 15-27 Februari 2004. Latihan tempur ini tidak hanya menjadi pemberitaan utama media-media India karena menandai awal dari babak baru hubungan bilateral antara India dan AS, tetapi juga karena pilot IAF berhasil memenangkan 90 persen pertempuran udara atas jet tempur F-15 USAF dari Wing 3 yang berbasis di Pangkalan Angkatan Udara Elmendorf, Alaska.



Hasil latihan tempur ini memang mengejutkan, entah mengapa bisa terjadi. Menurut Pentagon, beberapa keterbatasan telah menurunkan kemungkinan F-15C menang terhadap jet tempur India.



Yang pertama, kurang canggihnya radar AESA (active electronically scanned array) pada F-15 USAF. Kedua, dalam pertempuran udara F-15 tidak diberikan kesempatan untuk menggunakan rudal BVR (diluar jangkauan visual). Menurut Pentagon, hal ini karena permintaan India agar USAF tidak menggunakan AMRAAM (rudal BVR). Selain itu, dalam menghadapi pilot USAF, India mengirimkan pilot yang paling berpengalaman, sedangkan armada F-15 USAF adalah skadron standar yang berarti terdiri dari campuran pilot yang berpengalaman dan kurang berpengalaman.



Apapun alasannya dan terlepas dari semua aturan latihan pertempuran udara tersebut, hasil latihan membuktikan bahwa pilot India memiliki tingkat keterampilan dan kesiapan yang baik.



Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Februari 2014 di Russia & India Report, oleh Rakesh Krishnan Simha, menyebutkan David A. Fulghum dalam laporan latihan Cope India untuk majalah Aviation Week & Space Technology yang mengutip pernyataan Kolonel Mike Snodgrass, komandan Wing-3: "Hasil dari latihan disebabkan karena mereka (IAF) menggunakan taktik yang lebih modern dari yang kami kira. Mereka sudah siap dengan taktik mereka, dan jika taktik itu tidak bekerja, mereka segera mengubahnya."

Berbicara soal kurang canggihnya radar AESA pada F-15, faktanya jet tempur yang India gunakan saat itu juga memiliki kekurangan. Jet tempur yang IAF gunakan juga tidak memiliki radar AESA yang baik karena itu adalah Sukhoi Su-30MK Flanker. Pada Cope India 04, India sengaja tidak menurunkan Su-30MKI yang faktanya lebih canggih dari Su-30MK.

Flanker tersebut juga bukan satu-satunya jenis pesawat yang mengalahkan Eagle (F-15) dalam latihan pertempuran udara tersebut. Ada juga pesawat lain yang terbukti canggih dalam Cope India 04, yaitu MiG-21 Bison, versi upgrade dari MiG-21 yang juga buatan Rusia. Visibilitas radar yang rendah, instant turn rate, akselerasi dan helmet mounted sight yang dikombinasikan dengan high-off-boresight rudal udara-ke-udara R-37 adalah beberapa diantara faktor yang membuat MiG-21 upgrade menjadi mematikan bagi Eagle.

Pada Cope India 2005, USAF mengerahkan beberapa F-16 menghadapi campuran Su-30 IAF. Namun hasil latihan juga tidak jauh berbeda dari latihan tahun sebelumnya, dengan pilot India mampu memenangkan sebagian besar pertempuran udara.

Namun menurut Simha, kinerja buruk dari pengawak jet tempur USAF selama latihan pertempuran udara adalah juga karena AS masih menggunakan taktik lama yaitu taktik era Perang Dingin. Dimana taktik GCI (ground-controlled interceptions) telah menurunkan kemampuan pilot USAF dalam situasi pertempuran udara seperti pada Cope India.



Tetapi kill ratio (rasio membunuh) 9:1 yang diraih pilot IAF atas jet tempur USAF selama Cope India 04, juga dicapai berkat keterampilan mereka, sebagaimana perwira USAF Kolonel Greg Newbech mengatakan: "Apa yang kita saksikan dalam dua minggu terakhir adalah IAF bisa bersanding dengan angkatan udara terbaik di dunia. Saya merasa kasihan pada pilot yang harus menghadapi pilot IAF atau yang meremehkannya, karena ia tidak akan pulang kerumah. Mereka (pilot IAF) membuat keputusan yang baik tentang kapan harus memulai serangan. Ada pertukaran data yang baik antar Flanker dalam pengiriman informasi. Mereka membangun gambaran (radar) yang sangat baik dari yang kami lakukan dan mampu membuat keputusan yang tepat kapan mulai masuk dan menarik keluar pesawat mereka."

Pendapat yang sama diutarakan oleh Vinod Patney, purnawirawan dan mantan wakil kepada staf IAF yang mengatakan bahwa: "Keterampilan pilot IAF selama Cope India adalah kemampuan mereka yang sesungguhnya. Kita tidak berbicara tentang pesawat tunggal. Kita berbicara tentang keseluruhan infrastruktur, sistem komando dan kontrol, radar di darat dan udara, kru teknis di lapangan, dan bagaimana Anda memaksimalkan infrastruktur itu. Di sinilah terjadi kurva pembelajaran."

Melihat hasil mengesankan yang dicapai pilot IAF, apakah ini memang karena sistem pelatihan pilot USAF yang buruk? Atau karena pilot USAF meremehkan pilot dan pesawat tempur  IAF sebelum pertempuran dogfight (jarak dekat)? Mungkin saja. Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil.



Kill ratio Su-30 dan F-15 yang terpaut jauh ini masih menjadi perdebatan hingga kini. Analis menyebutkan, sejak latihan tersebut, USAF berusaha mendapatkan lebih banyak F-22 Raptor. Sebagian menganggap bahwa hal ini untuk menyelamatkan muka USAF setelah pilot IAF meraih kill ratio 9:1 yang mengesankan.

Bahkan meskipun kita tidak tahu apa yang terjadi pada Cope India dan alasan apa dibalik itu, tidak dapat disangkal bahwa di atas kertas Su-27 Flanker adalah salah satu pesawat tempur terbaik di dunia.

Su-27 memiliki kelas yang sama dengan F-14 dan F-15 USAF, tetapi tidak seperti jet tempur Amerika tersebut, Su-27 bisa terbang pada sudut serang 30 derajat dan juga melakukan manuver "Pugachev Cobra".

Pada manuver Cobra, pesawat secara tiba-tiba memposisikan nose (hidung-moncong pesawat) ke atas (atau ke bawah), statis, sebelum akhirnya rebah kembali ke penerbangan biasa, manuver ini tetap mempertahankan ketinggian yang sama.


Su-27 dan manuver Cobranya terus menjadi sorotan di berbagai pameran udara dari akhir 1980 hingga pertengahan 1990 an. Sejak saat itu, manuver Flanker semakin jauh ditingkatkan. Su-30MK adalah varian Flanker yang dilengkapi dengan canard forewing dan thrust-vectoring nozzle yang menambah kelincahannya di udara.

Tapi untuk apa manuver seperti itu dalam pertempuran?



Sebuah penjelasan ditemukan di majalah Aviation Week & Space Technology (AW & ST).

Dalam artikelnya "Su-30MK Beats F-15C 'Every Time'" yang terbit pada 2002 lalu menyebutkan bahwa dalam beberapa simulasi pertempuran yang dilakukan di kompleks kubah simulasi 360 derajat di fasilitas Boeing di St Louis, dengan manuvernya Su-30 berhasil mengalahkan F-15. Note: AS juga memiliki Su-27 yang dibeli dari Ukraina.

Menurut artikel itu (yang sering dirujuk media India dalam menyoroti dugaan keunggulan Su-30 dibandingkan jet AS), seorang perwira USAF (anonim) menjelaskan bahwa dalam apabila rudal BVR (seperti AA-12 Adder) yang ditembakkan oleh Flanker tidak mengenai sasaran, maka Su-30 bisa melakukan taktik pengacauan radar F-15, dimana radar Doppler F-15 menjadi tidak efektif.

Dijelaskan AW & ST secara rinci, Flanker mampu melakukan manuver ini (Cobra) berkat kemampuannya yang bisa mengurangi kecepatan dan kemudian mendapatkan kembali kecepatannya dengan cepat. Jika pilot Flanker melakukan manuver ini dengan benar, Su-30 tidak akan tampak pada radar F-15 hingga target (F-15) berada dalam jangkauan rudal AA-11 Archer. Hal ini karena radar Doppler F-15 yang pencariannya mengandalkan pergerakan target.

Seperti yang dikatakan oleh perwira USAF anonim, taktik Flanker ini berhasil di semua simulasi pertempuran yang dilakukan, namun kekurangannya adalah hanya beberapa negara yang memiliki pilot dengan keterampilan terbang dan skenario tempur seperti itu.


Beberapa fitur unik seperti mesin yang powerfull dan aerodinamik yang luar biasa, membuat Flanker apabila diterbangkan oleh pilot yang tepat dan dengan skenario yang tepat maka akan menjadikannya sebagai petarung dogfight yang unggul dari semua pesawat Barat.

Selain itu, Su-30 bisa membawa rudal IR jarak pendek AA-11 Archer yang pada tahun 90-an adalah rudal udara-ke-udara jarak pendek terbaik di dunia karena bisa terhubung dengan sistem kontrol tembak pada helm pilot dan mampu ditembakkan pada target sampai 45 derajat dari sumbu pesawat. Kedua fitur ini tidak dimiliki oleh AIM-9M, rudal jarak pendek utama Barat kala itu, yang sekarang digantikan oleh AIM-9X Sidewinder.
 



Kamis, 19 Juni 2014

Indonesia Dorong Konektivitas Pasifik Selatan di KTT Pacific Island



Indonesia berkomitmen untuk mengkapitalisasi peningkatan hubungan dengan negara-negara PIDF

Pemerintah Indonesia menyerukan untuk mendorong konektivitas antar negara di kawasan Pasifik Selatan. Ini untuk mengatasi tantangan jarak wilayah di sana.

Itu dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 Pacific Island Development Forum (PIDF) di Denarau Island Convention Center, Sheraton Fiji, Nadi, Republik Kepulauan Fiji, Kamis (19/6) hari ini.

"Indonesia telah terlibat dengan negara-negara Kepulauan Pasifik untuk mendiskusikan konektivitas dalam APEC selama kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua APEC tahun lalu," ujar Presiden SBY.

SBY juga menjelaskan Indonesia berkomitmen memperkuat kerjasama dengan PIDF. Indonesia memberikan prioritas untuk bekerjasama secara dekat dengan PIDF untuk menjaga dan memperluas sumber daya perikanan dan kelautan.

"Kita dapat berkolaborasi untuk membangun hubungan diantara kawasan perairan nasional. Untuk itulah, Indonesia mendukung rencana perluasan partisipasi dari negara-negara Pasifik yang lain pada Inisiatif Segi Tiga Terumbu Karang atau Coral Triangle Initiative," jelas SBY.

Presiden SBY juga menegaskan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengkapitalisasi peningkatan hubungan dengan negara-negara PIDF. Dalam tahun-tahun terakhir, Indonesia telah membangun hubungan diplomatik dengan hampir semua negara-negara Kepulauan Pasifik.

"Sebagai negara yang terletak di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, adalah tujuan utama bagi Indonesia untuk menjembatani kawasan Pasifik dengan Samudera Hindia. Dan juga dengan Asia Timur. Saya percaya bahwa kita dapat membangun hubungan geografi Asia-Pasifik ini. Dengan semangat ini, Indonesia sangat mendukung Papua Nugini sebagai tuan rumah dan Ketua APEC 2018," kata SBY seperti dilansir Situs Kepresidenan.

Sebelumnya, dalam pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan Fiji, kedua negara menandatanganni 6 nota kesepahaman dan perjanjian. Presiden SBY dan PM Bainimarama menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman di bidang pendidikan diplomatik, pelatihan dan kegiatan bersama, bebas visa bagi pemegang visa diplomatik dan dinas, pemberantasan narkoba, kerja sama di bidang kelautan dan perikanan, infrastruktur publik, serta kerja sama kepemudaan dan olahraga.

Pertemuan bilateral diakhiri dengan pemotongan kue dan nasi tumpeng sebagai penanda hubungan baik dan kerjasama pemerintah Indonesia dan Fiji yang sudah berlangsung selama 40 tahun. (Chm / Mys)


Memahami Wibawa Pertahanan



Sebenarnya tanpa kita sadari kekuatan pertahanan kita selama setahun terakhir ini meningkat dengan tajam seiring dengan kedatangan berbagai alutsista untuk mengisi satuan tempur di segala matra. Belum lagi ledakan amunisi terbesar dan tergagah sepanjang sejarah dalam Latgab TNI awal Juni kemarin yang ditembakkan dari berbagai sumber daya alutsista darat, laut dan udara. Bisa dibayangkan betapa lumatnya KRI Karang Banteng yang menjadi korban 4 peluru kendali anti kapal Exocet dan C802 yang ditembakkan dari 4 KRI sekaligus.  Memang Latgab kemarin adalah latgab terdahsyat yang pernah dilakukan TNI dan pertama kali mengintegrasikan sistem pertempuran 3 matra dengan konsep pre emptive strike.


Latgab itu adalah salah satu aplikasi memahami wibawa pertahanan. Memahami wibawa pertahanan esensinya sama dengan memperhatikan kesehatan dan kebugaran sekujur tubuh.  Tubuh yang sehat dan bugar adalah gambaran kesehatan organ tubuh di dalamnya. Tubuh yang atletis menggambarkan kegagahan bagi si pemilik tubuh. Demikian juga dengan gambaran sebuah negara. Negara yang “atletis” tentu menggambarkan kekuatan militernya yang tangguh dan gahar. Wibawa pertahanan adalah bagian dari cara pandang untuk mengukur sejauh mana harga diri bangsa berdiri di tengah pergaulan antar bangsa. Maknanya adalah tidak ada pelecehan teritori dan sekaligus kemampuan merawat pagar teritori.  Bukan ketika ada yang mencoba melecehkan teritori lalu bersikap reaktif dan retorika.

Kehadiran unsur satuan tempur di darat, laut dan udara berupa tentara dan alutsistanya di pagar teritori secara terus menerus merupakan salah satu cara mewibawakan makna pertahanan. Ke depan ini kita meyakini sejumlah alutsista TNI yang baru datang akan mampu hadir sepanjang saat untuk menjaga kewibawaan teritori Indonesia.  Kedatangan 24 jet tempur F16 blok 52 mulai Juli tahun ini akan memberikan tambahan adrenalin dan darah segar kekuatan pukul udara dan frekuansi patroli.  Demikian juga kedatangan 3 kapal perang dari Inggris mulai Juli ini bersama 3 KCR buatan PAL diniscayakan akan memberikan nafas segar bagi pengawal republik.

Sepuluh tahun terakhir ini kemajuan ekonomi Indonesia mampu menghebatkan kualitas rakyatnya dan memunculkan kekuatan kelas menengah yang pasti paham bagaimana memahami konsep wibawa pertahanan. Sebagai negara kepulauan maka sudah sepantasnya fokus kekuatan pertahanan ada di kekuatan laut dan udara. Jika kita perbandingkan maka konsep itu sama dengan kekuatan kelas menengah yang menjadi pilar kekuatan ekonomi cerdas yang dimiliki bangsa ini. Kelas menengah adalah gambaran keberhasilan menjaga pertumbuhan ekonomi dan eksistensinya sedangkan wibawa pertahanan kemampuan menjaga pagar teritori khususnya laut dan udara.

Riak gelombang di Laut Cina Selatan (LCS) sudah menunjukkan iklim tidak sehat, gampang demam tinggi.  Cina sudah mulai berani menggertak AS agar tidak bermain api di LCS padahal justru dia yang bermain api selama ini.  Vietnam, Filipina bersuara keras terhadap Cina sementara Malaysia mengambil sikap lembut terhadap Cina.  Kita tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menjadi selembut salju menghadapi Cina bahkan mau membeli sejumlah aluisista dari negeri tirai bambu itu.  LCS adalah medan konflik yang sudah di depan mata.  AS dan Australia sudah memperbaharui model pakta pertahanannya dengan membolehkan akses militer AS dan alutsistanya yang lebih besar di Australia Utara, tidak sekedar Darwin.

Indonesia tentu harus menyikapi perubahan ini yang bisa saja menjadi liar dan tak terkendali sewaktu-waktu.  Krisis Ukraina dan kejutan militan ISIS di Irak adalah semboyan bahwa konflik militer tidak bisa diprediksi meski dengan kacamata intelijen sekalipun.  Bahasa jelasnya adalah membangun wibawa pertahanan dengan anggaran besar untuk sebuah negara besar berbentuk kepulauan.  Maka keperluan yang harus disediakan adalah membangun armada kapal selam, penyediaan kapal perang permukaan setingkat fregat dan destroyer.  Untuk kedaulatan udara diperlukan pesawat tempur dalam jumlah memadai dengan teknologi yang setara.

Wibawa pertahanan Indonesia akan diuji dengan dinamika kawasan yang makin demam tinggi.  Meski AS dan Australia telah menyepakati penempatan sejumlah kapal perang dan pasukan marinir di utara Australia tetapi tetap saja akses terbuka dan paling lebar menuju panggung LCS melalui perairan Indonesia.  Oleh sebab itu ketersediaan sejumlah kapal perang fregat dan destroyer serta kapal selam yang memadai tentu akan memberikan pesan untuk tidak lagi menganggap remeh negara ini. Memang sih sepanjang sejarahnya wibawa pertahanan negara ini selalu diremehkan oleh kekuatan asing. Tak usah malu-malu lah mengatakan itu. Maka agar tak malu-maluin terus perkuatlah persenjataan hulubalang republik.  Pagar utama adalah laut dan udara.

 
 
Wibawa pertahanan tidak hanya berteriak dan menggertak tetapi alat gertaknya juga harus jelas agar tidak disebut gertak sambal.  Menjadi ironi misalnya ketika terjadi insiden teritori yang keluar hanya teriakan bukan menghadirkan sejumlah jet tempur atau kapal perang.  Tidak juga mengurangi kewibawaan pertahanan manakala kita tetap membuka diri tapi juga jaga jarak dengan AS dan Australia dengan azas kehormatan teritori.  Maksudnya karena teritori laut dan udara Indonesia adalah jalan masuk dari selatan menuju palagan LCS, akses itu bisa tetap dilewati dengan pengamatan dan pengawalan laut dan udara.

Masih belum terlambat menguatkan nilai-nilai kewibawaan pertahanan itu.  MEF II (2015-2019) diharapkan menjadi realisasi menghadirkan sejumlah kapal perang dan kapal selam penyengat serta jet tempur penghancur. Kalau sejumlah alutsista penyengat dan penghancur ini sudah hadir maka dengan sendirinya muncul aura kewibawaan itu.  Salah satu nilai ber NKRI itu adalah menghirup aura kewibawaan itu disamping senantiasa menata hubungan internasional dengan kecerdasan diplomasi berlandaskan harga diri.  Kita yakin sejalan dengan tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan PDB yang telah mencapai 10 besar dunia itu, Indonesia akan semakin diperhitungkan nilai-nilai kewibawaannya termasuk kewibawaan pertahanannya.
****
Jagvane / 19 Juni 2014 analisisalutsista.blogspot.com