Analisa Umum : Taiwan - Jepang - Korea
A. TAIWAN
Sejak kaburnya Chiang Kai Shek dari Tiongkok daratan menuju pulau Formosa menjadi awal mula lepasnya Formosa dari Tiongkok daratan. Pulau Formosa menjadi basis pertahanan akhir Chiang Kai Shek yang kemudian menjadi cikal bakal awal berdirinya negara Republik Nasional Tiongkok atau yang lebih kita kenal dengan Taiwan. Hingga kini baik Mao maupun penerusnya masih belum ada yang sanggup merebut Taiwan kembali, kemenangan terakhir Tiongkok daratan atas Chiang Kai Sek hanya terjadi sekali semasa perang saudara antara partai Komunis pimpinan Mao Zhedong dengan partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Shek pada 1949 silam. Semasa hidupnya, baik mao maupun Kai Shek sama – sama bersumpah akan menyatukan China. Dan pertikaian pun terus berlanjut hingga masa kini dalam wujud perang dingin.
Sejak kaburnya Chiang Kai Shek dari Tiongkok daratan menuju pulau Formosa menjadi awal mula lepasnya Formosa dari Tiongkok daratan. Pulau Formosa menjadi basis pertahanan akhir Chiang Kai Shek yang kemudian menjadi cikal bakal awal berdirinya negara Republik Nasional Tiongkok atau yang lebih kita kenal dengan Taiwan. Hingga kini baik Mao maupun penerusnya masih belum ada yang sanggup merebut Taiwan kembali, kemenangan terakhir Tiongkok daratan atas Chiang Kai Sek hanya terjadi sekali semasa perang saudara antara partai Komunis pimpinan Mao Zhedong dengan partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Shek pada 1949 silam. Semasa hidupnya, baik mao maupun Kai Shek sama – sama bersumpah akan menyatukan China. Dan pertikaian pun terus berlanjut hingga masa kini dalam wujud perang dingin.
Posisi Taiwan di
dunia internasional sendiri masih dianggap rancu, dianggap merdeka juga tidak
namun dianggap sebagai bagian negara RRC juga tidak sepenuhnya tepat. Oleh
karenanya Taiwan tidak dapat bergabung dengan PBB karena belum mendapat
pengakuan internasional sebagai negara merdeka, pengakuan PBB hanya pada “satu
China” yang berdaulat. Hingga saat ini Tiongkok daratan masih menganggap Taiwan
sebagai anak yang membangkang, dan sudah sejak jauh mengancam akan menggunakan
kekuatan militer jika Taiwan berani memproklamirkan kemerdekaannya. Keadaan ini
menyebabkan Taiwan seperti terpenjara secara politik sebab Taiwan tidak dapat
menjalin hubungan kenegaraan resmi, investasi pun sulit masuk karena terkendala
klaim “satu China”. Alhasil Taiwan tidak punya pilihan lain selain
mengembangkan dirinya sendiri untuk bertahan hidup.
Dalam
perkembangannya hingga sekarang unifikasi Taiwan dengan Tiongkok daratan menemui
jalan buntu, hadirnya intervensi pihak ketiga telah menjadi palang penghalang
bagi RRC untuk menyatukan kembali China. Meskipun tidak memberikan pengakuan
resmi namun Amerika memposisikan dirinya dipihak Taiwan, adanya intervensi
langsung inilah yang menghindarkan Taiwan dari agresi militer RRC. Dalam
praktiknya, sebagaimana Kuba pernah menjadi pos terdepan Uni Soviet untuk
memantau Washington, Amerika juga menjadikan Taiwan sebagai bagian pos
terdepannya untuk mengawasi RRC. Posisi Taiwan yang berhadap – hadapan secara
langsung dengan RRC menjadikannya seperti duri besar dalam daging Tiongkok
daratan, sebab meskipun Amerika mengakui one China tapi di saat yang sama
Amerika juga mempersenjatai Taiwan. Dalam jangka panjang Taiwan juga dapat
menjadi ganjalan yang sangat mengganggu bagi kepentingan politik RRC. Sebab
selama Taiwan belum ditangan, maka Taiwan masih akan selalu menjadi kartu
dagang politik Barat.
Potensi ekonomi
Taiwan terletak pada industri – industri lokalnya yang besar dan mendunia. Duet
antara industri Taiwan dan industri RRC dapat menjadi senjata yang sangat ampuh
untuk menguasai pasar global. Namun yang menjadi prioritas utama RRC saat ini
adalah membangun postur kekuatannya, agar dapat memiliki pundak yang kuat untuk
menyangga lengan militernya yang ingin memanjang keluar. Begitu RRC dapat
menjamin kekuatan lengannya, maka telapak tangan RRC akan mampu menjangkau
setiap sudut pasifik. Itulah titik di mana Taiwan, Jepang dan negara – negara
kawasan LCS bisa mulai merasa cemas. Sebab dalam sejarahnya Tiongkok selalu
menyelesaikan pertikaian dalam negeri ataupun sengketa politiknya dengan jalan
perang. Dan seperti yang sudah – sudah, biasanya suatu negara akan mengulangi
sejarah politik masa lalunya.
Sementara itu
Amerika masih akan tetap dengan kebijakannya sekarang, sebagaimana Rusia enggan
melepaskan Crimea begitu pula Amerika akan enggan melepaskan Taiwan. Disposisi
Taiwan atas RRC telah memberikan keuntungan strategis yang sangat besar bagi
Amerika, seperti menempatkan basis militer di muka halaman RRC. Karenanya
Amerika masih akan terus memberikan dukungannya kepada Taiwan dalam bentuk
intervensi politik serta imunisasi kekuatan militer. Dan secara umum masih
tidak ada perubahan posisi kedudukan masing – masing, baik RRC, Taiwan maupun
Amerika dalam waktu dekat ini. Setiap pihak masih menjaga tensi ketegangan
dalam porsi yang edible. Namun titik letupnya diperkirakan akan datang dari
LCS, sebab jika armada RRC bergerak ke selatan maka secara otomatis akan
menyenggol Taiwan, mumpung satu ruas jalan.
B. JEPANG
Kekalahan Jepang pada perang dunia kedua membawa konsekuensi politik dan militer yang panjang. Berbeda dengan Jerman yang sudah ”merdeka” sejak tahun 1990 silam, Jepang hingga kini masih terikat perjanjian yang membatasi peran militernya. Aturan yang melarang Jepang untuk mengekspor senjata buatannya menyebapkan Jepang tidak bisa membuat pendekatan diplomatik melalui penjualan senjata. Akibatnya Jepang sulit membangun pengaruh politiknya di kawasan dan sulit menjalin kedekatan dengan negara selain Amerika, perjanjian San Fransisco benar – benar telah mengebiri katana Jepang dengan efektif. Namun Jepang mendapatkan kompensasinya dengan menerima status sebagai adik kandung Paman Sam berikut paket kepulauan Senkaku.
Kekalahan Jepang pada perang dunia kedua membawa konsekuensi politik dan militer yang panjang. Berbeda dengan Jerman yang sudah ”merdeka” sejak tahun 1990 silam, Jepang hingga kini masih terikat perjanjian yang membatasi peran militernya. Aturan yang melarang Jepang untuk mengekspor senjata buatannya menyebapkan Jepang tidak bisa membuat pendekatan diplomatik melalui penjualan senjata. Akibatnya Jepang sulit membangun pengaruh politiknya di kawasan dan sulit menjalin kedekatan dengan negara selain Amerika, perjanjian San Fransisco benar – benar telah mengebiri katana Jepang dengan efektif. Namun Jepang mendapatkan kompensasinya dengan menerima status sebagai adik kandung Paman Sam berikut paket kepulauan Senkaku.
Kepulauan Senkaku
sendiri seharusnya berada dalam perwalian Taiwan, namun secara sepihak dengan
alibi traktat San Francisco, pada 1972 paman Sam kemudian meyerahkan Senkaku
yang disambut dengan tangan terbuka oleh Jepang. Namun sesungguhnya ini adalah
politik terselubung Amerika untuk mengisolasi RRC serta upaya untuk
mengkonfrontasikan secara langsung antara Jepang dan China, sebentuk rencana
jangka panjang untuk memaksa Jepang berada dalam posisi tidak memiliki pilihan
lain selain berlindung pada Amerika, taktik yang kurang lebih sama dengan yang
diterapkan pada Taiwan. Dan melihat pasca perang dunia kedua Jepang telah
kehilangan begitu banyak, baik kehilangan ekonomi materil maupun teritorial.
Maka Jepang akan mengambil setiap peluang asupan teritorial yang ada
dihadapannya, apalagi jika itu adalah sesuatu yang sudah ada di tangan, tidak
ada kompromi, nampaknya harga diri samurai masih ada pada diri sang Ronin. Jika
ada kesempatan Jepang bahkan tidak akan merasa sungkan mengambil alih pulau
Dokdo dari Korea Selatan.
Hubungan Jepang –
Korsel tidak bisa dikatakan akrab, luka masa lalu peninggalan perang dunia
kedua masih membekas pada diri Korea. Terlebih lagi klaim Jepang atas pulau
Dokdo telah mengorek kembali luka lama, Korsel pun bereaksi keras dengan menempatkan
militernya bersiaga di pulau Dokdo. Respon Jepang saat ini masih sebatas
memasukkan Dokdo sebagai bagian dari wilayah Jepang dalam kurikulum
pendidikannya. Hal ini seperti mengatakan agar generasi muda Jepang jangan
sampai melupakan sejarah integritas negaranya, dan bahwasanya suatu saat Dokdo
harus diambil kembali dari tangan Korea. Jasmerah ala samurai Jepang.
Dalam hubungannya
dengan dengan ASEAN, baik Jepang maupun Korsel sama – sama memiliki kepentingan
atas SDA ASEAN. Kedua negara tersebut sama – sama bersaing dalam mengamankan
pasokan bahan baku bagi industri – industrinya yang besar terutama kebutuhan
atas REM (Rare Earth Material) bagi industri teknologi tinggi. Selama ini
produksi terbesar REM dihasilkan oleh RRC namun RRC membatasi kuota ekspornya
dan ini menjadi ganjalan bagi negara – negara yang produsen teknologi tinggi
seperti Jepang. Untuk mengatasinya Jepang telah berinvestasi membuat pabrik REM
di Vietnam, ini menjadikan Vietnam sebagai sekutu penting Jepang di ASEAN
dimana kedekatan itu dikuatkan dengan rasa berbagi musuh yang sama dalam
persoalan sengketa wilayah. Adalah penting bagi Jepang untuk mempertahankan
Vietnam dari intervensi RRC, oleh karenanya tidaklah mengherankan jika ada
“kemungkinan” Jepang menjadi donatur sumber pendanaan belanja militer Vietnam.
Sebagaimana mana
dengan Taiwan serta LCS, kemungkinan Senkaku akan benar – benar membara ketika
RRC memutuskan bergerak ke selatan. Untuk saat ini hanya akan terjadi gesekan –
gesekan dengan tensi kecil di permukaan. Sebab meskipun diam RRC tetap tidak
akan membiarkan Jepang berdiri dengan tenang di atas Senkaku dan akan terus
mengusiknya. Bagi RRC mengatasi Taiwan lebih mudah daripada mengatasi Jepang,
terlebih lagi RRC menyimpan dendam yang lebih besar kepada Jepang daripada
dendamnya pada Chiang Kai Shek. Oleh karenanya dikemudian hari terdapat pula
kemungkinan Senkaku menjadi percik awal dimulainya konflik Pasifik yang
sesungguhnya. Sebab apabila RRC dan Jepang bertemu muka dengan konflik senjata,
maka Amerika yang berada di belakang Jepang pun akan ikut ambil bagian dalam
konflik, dan ini akan menyeret pada konflik yang lebih besar selanjutnya.
C. KOREA
Korea adalah negara yang tidak akan pernah dapat bersatu kembali. Selama RRC masih menjadikan Korea Utara sebagai kartu dagang politiknya dan Amerika menjadi penyeimbang kehadiran RRC, maka selama itu pulalah tidak akan ada kata penyelesaian atas Korea. Negeri ini akan terus berada pada ketegangan ambang batas abu – abu peperangan, meskipun rakyatnya menginginkan kedamaian dan reunifikasi tapi para pucuk petinggi negara berkata lain.
Korea adalah negara yang tidak akan pernah dapat bersatu kembali. Selama RRC masih menjadikan Korea Utara sebagai kartu dagang politiknya dan Amerika menjadi penyeimbang kehadiran RRC, maka selama itu pulalah tidak akan ada kata penyelesaian atas Korea. Negeri ini akan terus berada pada ketegangan ambang batas abu – abu peperangan, meskipun rakyatnya menginginkan kedamaian dan reunifikasi tapi para pucuk petinggi negara berkata lain.
Rezim Korut yang
otoriter dan merasa superior tidak akan pernah mau bersatu dan meleburkan diri
dalam pemerintahan Korea bersatu. Sebab para petinggi Korut dan setiap sendi
pemerintahannya sudah terlanjur merasa nyaman dengan privilege yang mereka
dapat dari status mereka sebagai penguasa. Aksi Korut yang rajin
mempropagandakan kekuatan serta mengobral ancamannya kemana – mana, sejatinya
adalah simbol kelemahan dan tak lebih dari gertakan untuk mengatakan “jangan
ganggu saya”. Korut sendiri tidak memiliki kekuatan ekonomi yang memadai,
sangat berbeda jauh dengan Korsel. Bahkan bisa dikatakan sebagian ekonomi Korut
hidup ditopang Korsel yang membangun kawasan industri di perbatasan keduanya.
Selama ini Korut
berdansa waltz di atas segala upaya rekonsiliasi Korsel, dan tanpa merasa segan
memprovokasi dunia internasional. Demikian karena Korut mendapat back up penuh
dari RRC sebagai penjamin hidupnya, di sini secara tidak langsung RRC juga
berperan sebagai psikiater bagi Korut agar tidak berubah menjadi bocah depresi
dengan senjata. Tanpa adanya RRC kemungkinan besar Korut akan mencoba melempar
granat nuklirnya kemana mana sebagai bentuk keputusasaan dalam mempertahankan
diri. Keberadaan militer Amerika di Korsel ditanggapi RRC dengan menghadirkan
kekuatan militernya secara langsung di tubuh Korut. Amerika menjawabnya dengan
secara rutin melakukan latihan perang bersama Korsel di semenanjung Korea,
sebagai isyarat langsung atas kesiapan tempur keduanya apabila konflik pecah
setiap saat. Meskipun letupan – letupan kecil masih akan terjadi namun Korut
tidak akan mengambil resiko perang terbuka. Atau lebih tepatnya Kim tidak mau
mengambil resiko itu, sebab konflik kecil baginya sudah cukup untuk menjadi
bahan tawar menawar dengan dunia internasional.
Selain mengandalkan
backup negara besar kedua Korea juga sama sama mencoba membangun aliansi
strategis dengan luar. Salah satunya dengan mendekati Indonesia dengan
menawarkan kerja sama militer strategis, namun tujuan jangka panjangnya sendiri
masih tidak jauh dari urusan ekonomi dan khususnya bagi Korsel untuk
mengamankan pasokan bahan baku bagi industrinya. Dalam hal ini pendekatan
Korsel pada Indonesia lebih maju beberapa langkah dibandingkan pedekatan Korut,
demikian karena Korsel memiliki lebih banyak item yang dapat ditawarkan untuk
menjalin kerja sama. Salah satu yang paling strategis adalah kerjasama
pembuatan pesawat tempur dan kapal selam. Dalam prateknya kerja sama tersebut
sering mengalami kendala terutama oleh adanya intervensi pihak ketiga, meskipun
demikian kerja sama tersebut masih terus berjalan meskipun pelan dan agak
tersendat.
Satu – satu jalan
bagi rekonsiliasi Korea adalah dengan runtuhnya satu di antara kedua Korea.
Bila melihat pada faktor kekuatan semata maka Korut memiliki keunggulan satu
langkah dengan hulu ledak nuklirnya, dan bila dilihat dari nilai total
keseluruhan maka Korsel-lah yang paling berpotensi keluar sebagai pemenangnya.
Namun siapapun pemenangnya, bisa dipastikan dia tidak akan keluar tanpa
menderita cacat kerugian yang besar, karena itulah konfrontasi langsung akan
selalu menjadi pilihan yang terakhir.
Kim melakukan
kontrol atas milliternya dengan senantisa menempatkan negaranya dalam kondisi
tegang di mana hal ini akan menyibukkan tangan para petinggi militernya. Selain
itu Kim juga menjadikan dirinya sebagai figur sentral “pusat kebencian dunia”,
membagi sebagian kekuasaannya dengan keluarga dekat lalu memastikan setiap
tingkatan posisi mendapat porsinya masing – masing atas rasa nyaman berada
dalam kekuasaan yang dipimpinnya. Sehingga secara keseluruhan sistem ini
berjalan dengan bersandar pada keluarga Kim sebagai tiang tunggal penopangnya.
Maka solusi bagi Korsel untuk dapat menundukkan Korut tanpa kekerasan adalah
dengan mengeroposi pondasi politik yang menyangga kekuasaan Dinasti Kim dan
membangunkan kesadaran rakyat Korsel yang terlelap. Dengan menciptakan friksi
horisontal dan vertikal diantara petinggi dan menyebarkan propaganda kebangkita
diantara rakyat Korut. Namun semua itu hanya dapat dicapai melalui operasi
bawah tanah dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karenanya sementara ini dunia
masih akan disuguhi kisah drama perang Korea yang berlarut larut. (by STMJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar