Pertarungan gengsi
hegemoni Asia Pasifik sudah memasuki babak penting terkait dengan tingkah Cina
yang terus menerus menekan secara militer beberapa negara yang saling klaim
teritori kepemilikan. AS yang menjadi
sekutu tradisional Jepang dan Filipina sudah memperbaharui aliansi strategis
mereka. Dengan Filipina misalnya sudah
disepakati perjanjian pertahanan bersama yang dikenal dengan The
Enhanced Defense Cooperation Agreement, dengan membuka kembali pangkalan militer Clark dan Subic
untuk lalulintas militer AS.
Gambar : Peta Laut China Selatan |
Ambisi Cina dengan
mengedepankan kualitas otot militer daripada otak diplomasi mengharuskan
negara-negara disekitarnya pasang kuda-kuda sekalian mengadu kepada adidaya
pemilik hegemoni tak tertandingi, AS.
Tercatat Filipina, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan kini berada dalam
payung perlindungan AS. Sementara
Vietnam yang benci banget sama Cina merapat ke Rusia dengan membeli sejumlah
persenjataan bernilai gahar dari Rusia.
Beberapa penasehat militer Papa Bear diyakini sudah berada di Vietnam.
Bisa digambarkan
saat ini beberapa pangkalan militer telah membentuk barikade bulan sabit
sepanjang Asia Pasifik. Mulai dari
Cocos, Christmas, Darwin, Filipina, Taiwan, Jepang, Korea. Barikade bulan sabit ini untuk mengurung dan
mengepung kekuatan militer Cina yang sudah memiliki kemampuan serbu lintas
negara. Semua barikade yang digelar itu
menempatkan AS sebagai pemain utama dengan menyebar marinir dan sejumlah kapal
perang, kapal selam, kapal induk dan jet tempur di wilayah bulan sabit.
Gambar : Pitch Black 2012 Sukhoi TNI AU dan F-18 RAAF |
Barikade bulan
sabit itu masih diperkuat dengan kekuatan swalayan Vietnam yang terus
memperkuat militernya dan Malaysia yang belakangan cenderung low profile seakan
tak ikut meramaikan klaim teritori Laut Cina selatan. Mengapa tiba-tiba Malaysia kurang bergairah
dalam memperjuangkan klaim wilayah di LCS boleh jadi karena keletihan mengurus
Sabah yang diganggu militan Sulu atau fokus mencari Mh370 yang sebagian
penumpangnya WN Cina. Bisa jadi karena masih “terkesima” dan kaget dengan
kedatangan armada kapal perang dan kapal selam
Cina di gugusan pulau James Shoal miliknya, 80 km dari pantai Sarawak
akhir bulan Januari yang lalu.
Indonesia yang tak
terkait dengan konflik teritori LCS bukan berarti tak memperkuat
kewaspadaan. Dibukanya front timur LCS
dengan kehadiran militer AS untuk menjaga Filipina tentu sedikit melegakan.
Karena Cina kini mendapat lawan tangguh dan sendirian menghadapi berbagai front
gabungan. Jika harus terjadi perang
berskala besar maka front timur LCS akan menjadi medan tempur paling bergengsi
head to head antara pemilik hegemoni AS dan penantangnya Cina.
Negeri Naga ini
dikenal dengan cara berdiplomasi yang kaku. Meski berhasil dalam membangun
kekuatan ekonominya dan diprediksi akan menyalip AS untuk menjadi kekuatan
ekonomi nomor satu dunia, namun gaya gaul diplomatnya perlu dipercantik agar
tidak terkesan dimusuhi semua orang. Perkuatan militernya menjadi ancaman bagi
kawasan di sekitarnya termasuk Indonesia yang harus melipatgandakan kekuatan
alutsistanya. Sah-sah saja setiap negara melipatgandakan kekuatan militernya
tapi jika disertai ancaman ekspansi teritori tentu menciptakan kebencian
regional.
Gambar : Parade kapal perang TNI AL |
Indonesia sedang
memperkuat pagar militernya di Natuna, garis depan yang didepannya ada hiruk
pikuk militer. Penempatan kapal-kapal
perang dan pesawat tempur merupakan isian mutlak yang harus ada. Tetapi lebih penting dari itu inisiasi
membuka dialog untuk perundingan diplomatik diniscayakan menjadi jalan cerdas
yang diinginkan banyak negara. Indonesia
bisa melakukan itu karena posisi netralnya.
Tetapi sejalan dengan itu tentu ada strategi lain yang juga harus
dijalankan Indonesia jika kondisi cuaca ekstrim melanda kawasan LCS.
Gambar : Latihan Gabungan TNI 2013 |
Indonesia harus memilih dan bersiap untuk bergabung
dengan blok bulan sabit agar semuanya menjadi jelas. Bisa saja dengan
bergabungnya RI ke blok penghadang itu menjadikan Cina berpikir ulang. Atau “menggertak” Cina agar mau berunding
soal LCS disertai ancaman jika tak mau maka RI akan bergabung ke front bulan
sabit. Dengan bergabungnya Indonesia ke
blok bulan sabit demi solidaritas ASEAN praktis akan mengucilkan Cina dari tata
pergaulan regional. Thailand jelas pro
AS, demikian juga Singapura. Boleh jadi
ini menjadi senjata ampuh untuk mengurangi libido ekspansi teritori Cina yang
cenderung egois dan mau menang sendiri.
Lebih terhormat
jika pengelolaan kawasan konflik di LCS yang kaya sumber daya mineral itu
dilakukan dengan kerjasama antar negara mengolah dan memanfaatkan sumber daya
mineral, bagi hasil bersama untuk kesejahteraan bersama. Ongkos pertempuran untuk perebutan sumber
daya mineral itu jauh lebih mahal dan akan merusak multiflier effect ekonomi
kesejahteraan yang sudah tertata selama ini. Takdir sejarah akan mengatakan
Cina tak akan terbendung lagi menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia. Tetapi jangan karena itu lalu seenaknya
menjebol bendungan tata krama dan etika perilaku, lalu gasak sana gasak sini. Dunia akan melawan.
****
Jagvane / 08 Mei
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar