Asia Tenggara,
beranggotakan 10 negara, lebih dari 650 juta penduduk dengan lebih dari
setengahnya adalah usia produktif, berisikan sumber daya alam dan sumber daya
energi melimpah. Diiringi pertubuhan ekonomi yang terus menanjak dan potensi
pasar yang terus berkembang, ASEAN adalah the
rising stars of the world.
Tidak ada yang
meragukan betapa menariknya ASEAN di mata dunia, dilihat dari sisi manapun
ASEAN tetaplah menggairahkan bagi para pelaku kepentingan dunia. Dengan ekonomi
yang terus tumbuh dan segala sumber daya alamnya, siapa yang tidak tertarik?!
Secara sederhana dapat digambarkan, meningkatnya ekonomi ASEAN akan secara
otomatis meningkatkan pendapatan perkapita. Jika pendapatan perkapita meningkat
maka daya beli dan tingkat konsumsi juga akan meningkat. Bila daya beli dan
konsumsi meningkat, dengan 650 juta
penduduknya berikut potensi belanja negara pada semua sektor. Maka bisa
dibayangkan betapa menggiurkan potensi pasar ASEAN bagi industri dunia, laksana
putri cantik pujaan segala bangsa.
ASEAN juga
dikaruniai dengan bumi yang kaya
sumber daya alam berharga, mulai dari bermacam macam barang tambang sampai
dengan aneka sumber energi. Ditengah krisis energi dunia dan kelesuan ekonomi
Eropa dan Amerika, tak ayal jika mata negara – negara besar tertuju pada ASEAN.
Permasalahannya, perhatian yang berlebih dari negara besar akan cenderung
melahirkan konflik yang tercipta dari tarik menarik kepentingan baik itu
horisontal maupun vertikal. Hal ini secara tidak langsung akan mendorong negara
– negara kawasan untuk mempersenjatai diri demi melindungi kepentingannya
sehingga mendorong terciptanya rasa ketidak percayaan antar sesama negara
kawasan, yang pada praktiknya kemudian dimanfaatkan oleh para pihak ketiga.
Jika saja ASEAN dapat lebih solid serta bersatu dalam satu pikiran dan tujuan,
ASEAN akan menjadi kekuatan ekonomi yang bahkan mampu menyaingi NATO.
Cepat atau lambat
ASEAN perlu memandang ke dalam diri mereka sendiri dan berfokus pada diri sendiri
dalam rangka mendorong kemajuan bersama. Jalan menuju kesana telah dirintis
dengan menciptakan perjanjian kerjasama “Masyarakat Ekonomi ASEAN” yang akan
dilakasanakan pada 2015 mendatang. MEA sendiri dirancang untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN, menciptakan pasar regional yang
berfokus kedalam, menarik investasi masuk serta meningkatkan daya saing ASEAN
pada persaingan global. MEA adalah bentuk kesadaran diri ASEAN atas kekuatan
yang dimilikinya serta sebentuk upaya untuk mewujudkan potensi tersebut.
Pertanyaannya adalah, apa pengaruh MEA pada dunia, serta antara ekonomi ASEAN
yang bersatu dan ekonomi ASEAN yang terpecah manakah yang lebih menguntungkan
bagi para negara besar?
Bisa dipastikan MEA
akan memberikan dampak langsung pada ekonomi dunia serta akan menjadi salah
satu pilar yang ikut
menopang stabilitas ekonomi dunia. Sejauh mana keberhasilan negara – negara
ASEAN menggiring wacana MEA akan ikut mempengaruhi dinamika politik kawasan dan
sekitarnya. Sebab soliditas kerjasama antar negara ASEAN akan secara otomatis
ikut meningkatkan daya tawar politik ASEAN pada dunia. Yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk menyelesaikan konflik terkait yaitu LCS. Pada praktiknya akan
tergantung pada sejauh mana ASEAN mampu memanfaatkan Amerika dan negara besar
lainnya untuk menjadi penyeimbang RRC, dan sejauh mana ASEAN dapat bertahan
dari intervensi yang memecah belah. Tentu saja akan ada ongkos yang harus
dikeluarkan untuk tujuan itu, hal ini bisa dilihat dari sikap Amerika dan Eropa
yang cenderung ‘wait and
see’ atas LCS. Pada intinya ASEAN harus dapat memainkan perannya agar tidak
terus menjadi bahan permainan pihak luar.
Ilustrasi gambar : Demo Anti RRC di Filipina |
Secara militer
negara – negara ASEAN bukanlah lawan seimbang bagi RRC dan mereka yang kaya
tapi lemah akan cenderung ditindas dan dimanfaatkan, yang demikian itu sudah
hukum alam. Mengetahui keterbatasan dirinya dan didorong oleh ikatan sejarah,
Filipina memutuskan untuk merangkul Amerika
sebagai sekutu dalam menghadapi RRC. Tak hanya itu, Filipina juga berusaha
merangkul kerjasama sesama negara ASEAN dalam menghadapi RRC terutama Indonesia
dan Vietnam. Dengan Vietnam Filipina lebih condong mengharapkan terciptanya
kerjasama militer antara kedua negara, mengingat secara geografis Vietnam
adalah tetangga yang paling dekat di LCS dan berbagi nasib yang sama pula.
Sementara itu tercapainya kesepakatan terkait perbatasan antara Indonesia dan
Filipina yang telah berlarut larut selama 20 tahun terakhir. Adalah sebuah
bahasa eksplisit dari Filipina untuk meminta bantuan pada Indonesia terkait
konflik LCS. Tidak disangkal lagi bahwa sanya Indonesia memiliki peran yang
sangat penting sebagai mediator dan stabilisator kawasan.
Ilustrasi gambar : Militer Filipina |
Dalam kaitannya
dengan Indonesia bisa
dikatakan hubungan Filipina – Indonesia berada pada level moderat. Secara
potensi Filipina memandang Indonesia lebih menjanjikan dibanding Vietnam atau
negara ASEAN lainnya. Hal ini bisa dilihat minat Filipina untuk membeli produk
– produk militer Indonesia dan terutama kecenderungan Filipina untuk mengikuti
“jejak” Indonesia. Sebuah sinyalemen yang mengisyaratkan rasa kepercayaan dan
keinginan untuk merapat sebagai sahabat NKRI. Namun langkah pendekatan Filipina
terhadap Indonesia masih terkesan ragu – ragu dan tidak sepenuh hati. Hal
tersebut dapat dilihat dari keputusan Filipina untuk menerima kembali
kehadirian militer Amerika di Mindanao yang ditengarai membawa “misi ganda”.
Namun patut diduga pula bahwa dari keputusan tersebut Filipina juga
mengharapkan paket bantuan militer dari Amerika dan sekutu sebagaimana yang
telah diterima Indonesia.
Dapat dipastikan Filipina tidak akan dapat berbuat banyak jika harus berhadapan langsung dalam konflik senjata dengan RRC.
Keputusan Filipina
untuk menerima kembali kehadiran militer Amerika adalah solusi paling realistis
untuk menambal kelemahan militernya. Oleh karenanya kedatangan armada Amerika di Mindanao
disambut bak selayaknya
angin segar bagi paru – paru Filipina. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah,
jika konflik benar – benar meletus apakah Amerika akan benar – benar mau
membantu Filipina menghadapi RRC? Jawaban atas pertanyaan ini akan bergantung
pada, seberapa besar nilai ekonomis yang terkandung dalam zona LCS yang dimiliki Filipina dapat menambal
biaya perang yang harus dikeluarkan oleh Amerika untuk mempertahankan Filipina.
Atau jika Manila dapat
memberikan penawaran yang menguntungkan sebagai bayaran atas jasa perlindungan
paman Sam. Dalam hal ini, syarat “status sementara” bagi keberadaan pangkalan
Amerika di Mindanao mencerminkan kehati – hatian Filipina dalam mengambil
sikap. Agaknya Filipina tidak ingin seperti lepas dari mulut singa lalu jatuh
kemulut buaya.
Selama ini Filipina
masih begitu disibukkan dengan aksi pemberontakan bangsa Moro, sementara musuh
berbadan besar telah berdiri didepan pintu. Filipina tidak akan mungkin mampu
menghadapi sang agresor
dengan tenang selama didalam rumahnya sendiri masih menyisakan pekerjaan yang
banyak. Harapan bagi Filipina adalah berdamai dengan siapa saja yang bisa
diajak berdamai dan menggandeng siapa saja yang bersedia diajak berkawan,
sebagaimana yang telah dicontohkan dengan jelas oleh Indonesia. Karena secara
ekonomi dan militer Filipina tidak memiliki kekuatan yaang mantap, maka untuk
saat ini strategi politik yang paling tepat bagi Filipina adalah “many friends
but share only one common enemy”. Jika Manila mampu merangkul bangsa Moro maka
itu akan menjadi doping yang mantap bagi rasa percaya diri Filipina. Yang
dibutuhkan hanyalah sedikit dukungan dan asistensi Indonesia, dan jika Filipina
dapat mendapatkan dukungan yang lebih luas lagi dari Indonesia. Maka itu akan
semakin lebih baik lagi bagi jaminan probabilitas keberhasilan Filipna dalam
melewati konflik LCS.
Sementara itu
tetangga Filipina di sebelah barat yaitu Vietnam juga mengalami masalah yang
kurang lebih serupa, bahkan mungkin lebih memusingkan. Dalam sejarahnya Vietnam
sudah sangat kenyang dengan pendudukan, invasi dan agresi asing. Kisah
perjalanan Vietnam ditulis penuh dengan cerita ‘perjuangan’ yang heroik dan
berdarah darah dalam upayanya melawan asing, dan melawan China adalah termasuk
dalam rangkaian kisah perjuangannya. Friksi antara Vietnam – China pertama kali
terjadi pada 1979 ketika Vietnam memutuskan menghukum rezim ‘Pol Pot’ yang
melakukan pembersihan etnis Viet di Kamboja. Rezim Khmer Merah Kamboja sendiri
memiliki hubungan yang dekat dengan RRC, oleh karenanya Tiongkok merasa perlu
mempertahankan sekutunya yang tinggal satu di Indochina. Selain itu upaya RRC
lebih didorong karena rasa sakit atas tindakan Vietnam yang seperti melupakan segala
bantuan Tiongkok pada perjuangan Vietnam merebut kemerdekaannya dari Perancis.
Jadilah aksi hukum menghukum ini perang besar Indochina ketiga yang berlarut –
larut dari 1979 – 1989.
Secara geografis
Vietnam berbagi perbatasan darat dan laut dengan RRC, menjadikan Vietnam benar
– benar bertatapan langsung dengan RRC dalam konflik LCS. Jika konflik benar –
benar meletus maka baku hantam diantara milliter kedua negara akan terjadi di
darat, laut dan udara. Mesikupun perdamaian antara Vietnam dan RRC telah
dicapai pada 1990, kedua negara masih memendam rasa ketidak percayaan antara
satu sama lain. Untuk menanggapi perkembangan militer RRC, walaupun secara
terbatas, dalam dua dasawarsa terakhir Vietnam telah melakukan pembelian alut
sista besar besaran pada Rusia. Dari rombongan Su-30 di udara hingga kawanan
kapal selam Kilo Class di laut. Dari jauh hari Vietnam telah menyadari bahwa
dendam berdarah Tiongkok tidak akan hilang begitu saja melalui sebuah
perjanjian damai. Klaim RRC atas LCS yang didasarkan pada catatan zaman
kerajaan ribuan tahun di masa lampau semakin menguatkan kecurigaan Vietnam.
Sejak digelarnya
kebijakan ‘Do Moi’ pada 1986 yang menjadikan sistem ekonomi Vietnam lebih
terbuka dan liberal. Tingkat pertumbuhan ekonomi Vietnam melonjak drastis
hingga menduduki peringkat tertinggi kedua didunia setelah China. GDP Vietnam
tidak lagi bertumpu pada pertanian semata, namun telah berkembang pada sektor –
sektor industri lainnya
sehingga mengundang arus investasi asing masuk. Indonesia pun tidak ketinggalan
berinvestasi di Vietnam, yang terbaru dan terbesar adalah pembangunan pabrik
semen milik PT.Semen Gresik (persero)Tbk. Menjadikan Indonesia sebagai salah
satu relasi penting bagi Vietnam dalam kerja sama ekonomi, dan Vietnam
mengapresiasinya dengan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua
selain bahasa Inggris, bahasa Jepang dan bahasa Mandarin. Lebih jauh lagi
hubungan antara Indonesia dan Vietnam telah terbentuk sejak 1986 dan hingga
sakarang Vietnam memandang Indonesia sebagai “saudara tua” yang dihormati.
Tercapainya kesepakatan pada 2003 terkait perbatasan bernilai strategis di
antara kedua negara menjadi momentum terbesar hubungan baik Indonesia dan
Vietnam. Namun hubungan yang bersifat khusus seperti dalam bidang kemiliteran
tidak ditemukan jejak yang signifikan diantara kedua negara. Namun tidak
menutup kemungkinan bahwasanya Vietnam juga mengharapkan hubungan itu dari
Indonesia,..
Salah satu yang
patut diperhatikan dalam perindustrian Vietnam adalah investor asing yang
berinvestasi pada industri pertambangan strategis seperti minyak dan REM,
dimana sebagian besar dari sektor strategis itu digeluti oleh para investor
Jepang. Dalam hal ini industri pertambangan REM adalah yang paling penting dan
krusial bagi Jepang sebab bersentuhan langsung dengan industri elektronik
teknologi tinggi di main land Jepang. REM sendiri adalah bahan baku utama dalam
pembuatan chip- chip komputer. Dengan banyaknya industri strategis Jepang yang
beroperasi di Vietnam dan sehubungan dengan semakin memanasnya hubungan Vietnam
– RRC terkait LCS. Timbul pertanyaan yaitu, apakah Jepang akan membiarkan
Vietnam jatuh pada RRC dengan resiko kehilangan industri vitalnya? Jika melihat
GDP Vietnam yang baru berkisar pada angka $300 miliar dengan anggaran
pertahanan pada kisaran 2,5% – 3%, lalu menghubungkannya dengan aktifitas
belanja militer Vietnam. Muncul lagi pertanyaan, dari mana Vietnam mendapatkan
dana tambahan belanja militernya?
Sejarah Vietnam
yang penuh dengan peperangan melawan asing agaknya telah terbawa hingga masa
kini, ada semacam rasa ketidak percayaan kepada pihak luar yang kental pada diri Vietnam. Hingga kini
tidak ditemukan aliansi strategis antara Vietnam dan pihak luar, yang ada
hanyalah hubungan kedekatan yang bersifat mutual atau simbolis. Terkait dengan
LCS hampur bisa dipastikan Vietnam akan menolak untuk mendekati atau didekati
oleh Amerika, karena sejarah tidak berbohong dan masih pula menyisakan luka.
Sementara Rusia sendiriterlihat lebih berpihak kepada RRC serta memberi kesan
kuat ‘cuci tangan’ dari LCS. Maka sebagaimana Filipina, peluang terbesar
Vietnam ada pada kerjasama antar negara kawasan. Dan meskipun rasa percaya diri
Vietnam sangat tinggi, namun sendirian saja mempertahankan Paracel dari China
kecil sekali kemungkinannya bagi Vietnam untuk berhasil. Mungkin Vietnam harus
mulai belajar menurunkan ambisinya dan bersikap lebih rendah hati, sebab sifat
keras kepala dan harga diri buta tidak akan memberikan apapun.
Salah satu langkah
yang dapat ditempuh Vietnam adalah dengan menarik pihak luar untuk ikut masuk
ke dalam konflik tanpa harus Vietnam sendiri yang mengundangnya. Yaitu dengan
memainkan kartu diplomasi dan kepentingan ekonomi sebagai alat untuk
“memaksakan” bantuan atau dengan melebarkan skala konflik agar menyebar di
seluruh kawasan sehingga negara kawasan mau tidak mau akan ikut terlibat.
Dengan langkah tersebut Vietnam akan dapat memaksa pihak ketiga untuk masuk
kedalam konflik tanpa harus membayar ongkos bantuan, dan strategi ini sangat
mungkin dilakukan oleh Vietnam mengingat potensi Vietnam untuk menjadi negara
pertama yang akan terlibat dalam konflik terbuka dengan RRC.
Ilustrasi gambar : KS Kilo Vietnam |
Skenario ini tentu
saja akan sangat berdampak pada Indonesia sebab posisi Natuna yang menjorok ke
utara sangat rawan terkena imbas konflik. Terlebih lagi dengan adanya rencana
TNI untuk menempatkan pangkalan militer di Natuna, satu saja langkah yang salah
maka Indonesia akan ikut berenang dalam riak konflik LCS. Selain menarik
Indonesia masuk kedalam, Vietnam juga dapat menarik Malaysia serta menarik
Amerika melalui Filipina. Dengan melebarkan konflik ke banyak negara maka tidak
akan mudah bagi RRC untuk menduduki LCS tanpa perjuangan, sekaligus memastikan
RRC tidak akan keluar dari LCS tanpa berdarah darah.
(by STMJ).
(by STMJ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar