Lapan atau Lembaga Penerbangan dan Antariksa lahir pada tahun 1963.
Ada tiga kronologi pembentukan Lapan yaitu Pada 31 Mei 1962 dibentuk panitia
Astronautika oleh Menteri Pertama RI, IR. Djuanda selaku Ketua Dewan
Penerbangan RI dan R.J. Salatun selaku Sekertaris Dewan Penerbangan RI. Yang kedua pada 22 September 1962 terbentuk Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) Afiliasi AURI dan ITB. Dan terakhir 27 November diterbitkan Kepres Nomer 236 Tahun 1963 tentang Lapan.
Untuk dapat memahami kondisi terbentuknya Lapan, mari kita ke tahun 1957-1958 yg merupakan tahun Geofisika Internasional (International Geophysical Year
atau IGY), dimana untuk pertama kali negara-negara sedunia melakukan
penyelidikan lingkungan alam secara stimultan dan terkoordinasi.
Hasilnya, pada tahun 1957 satelit pertama buatan manusia “Sputnik 1″
berhasil diorbitkan. Satelit Sputnik 1 dengan teknologi sederhana dan
kemampuannya pun hanya memancarkan sinyal dengan frekuensi 20,005 dan
40,002 MHz.Sputnik dilontarkan dengan roket dua tingkat R-7 Semyorka Uni
Soviet.
Kejadian tersebut merangsang imajinasi masyarakat dengan demam
antariksa. Demam antariksa ditandai dengan timbulnya “gendrang
peroketan” serta munculnya kelompok-kelompok bereksperimen salah satunya
di Indonesia yaitu mahasiswa dan ABRI.
Sebagai tanggapan atas perkembangan zaman serta merintis aktifitas
keantariksaan , pada tahun 1962 Ketua Dewan Penerbangan (alm) Ir. H.
Djuanda membentuk Panitya Astronautika yg dusahkan pada 14 Desember dan
aktif awal tahun 1963. Kepanitian ini terdiri dari para wakil departemen
:
- AURI oleh Letkol Imam Sukotjo dan Mayor Kirono
- Perhubungan Udara oleh Ir. Karno Barkah dan Drs M. Sukanto
- Urusan Riset Nasional oleh Dr The Pik Sin
- Perguruan tinggi dan Ilmu pengetahuan oleh Prof Sutardi Mangundojo
- Dan Luar Negeri oleh Mr. Nugroho
Ada 5 tugas pokok yg diberikan termasuk mengejar ketertinggalan
Indonesia di antara negara-negara berkembang lainnya dalam hal
keantariksaan. Dan perlu diketahui dalam pembatasan-pembatasan di
panitia Astronautika terungkap bahwa program IGY negara kita dimasukan
dalam kategori “black area” atau daerah hitam. Sementara itu, beberapa
negara berkembang seperti India, Pakistan dan Mesir sudah lebih dulu
melangkah ke bidang antariksa seperti Mesir yg dibantu sarjana-sarjana
Jerman dalam bidang roket balistik dan satelit .
Pada 22 September 1962 berdiri PRIMA (Pengembangan Roket Ilmiah dan
Militer Awal) yg diisi afiliasi AURI dan ITB. Pembentukan PRIMA karena
penundaan studi roket Kappa-8 buatan Jepang karena masalah di
devisa ekspor. Akhirnya tim PRIMA mengembangkan secara swasembada dan
berhasil membuat Kartika I, roket dengan booster berdiameter 235 mm yg
dikerjakan di oleh mesin extrusi milik Pindad. Pembiayaan PRIMA
dibebankan pada anggaran belanja AURI. Untuk sistem telemetri Kartika I
dikembangkan depot Elektronika AURI Margahayu.
Sementara Kartika I dikerjakan, sebagai pimpinan pertama Lapan adalah
Dirjen Lapan Komodor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo, Wakil Dirjen
Letkol Imam Sukotjo, Wakil II Dirjen Ir. Karno Barkah, Wakil III Dirjen
Dr Kusumanto Purbosiswojo dan Wakil IV Dirjen Prof Ir Suhakso.
Pembuatan Kartika I menghabiskan waktu selama 7 bulan dan pada 14
Agustus 1964 roket ini meluncur mulus dari Pameungpeuk. Dalam uji
cobanya Kartika I hasilnya berhasil merekam siaran satelit cuaca Tiros
milik Amerika. Menurut majalah Electronics terbitan Amerika, Indonesia adalah negara kedua setelah India yang berhasil merekam siaran Tiros dengan alat penerima buatan sendiri.
Saat tim PRIMA sedang dibuat sibuk dalam pengerjaan roket Kartika I,
upaya mendatangkan teknologi asing yakni Roket Kappa-8 makin menemukan
titik kejelasan. Hubungan baik dengan Prof Dr. Hideo Itokawa-Ilmuwan Jepang perancang pesawat tempur yg kemudian menjadi perintis peroketan Jepang kemudian direstui (alm) Ir. H. Djuanda.
Kappa-8 meluncur pada Agustus 1965 dengan mencapai ketinggian 364 km
dan merupakan roket pertama di bumi Indonesia yg berhasil memasuki
wilayah antariksa. Roket ini juga memberikan makna lain setelah data
ilmiahnya disumbangkan kepada program International Quiet Sun Year
(1964-1965).
Berikut adalah sejarah kelahiran Lapan, ada satu kiasan dari mantan Presiden India Abdul Karim (2002-2007) : “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menguasai antariksa”. Visi Lapan yaitu Terwujudnya Kemandirian dalam Iptek Penerbangan dan Antariksa untuk meningkatkan Kualitas Kehidupan Bangsa.
Jika nantinya Lapan berhasil mengorbitkan sendiri Satelit karya anak
bangsa maka bangsa kita akan diperhitungkan dunia Internasional.
Untuk itu diperlukan komitmen Nasional agar pengembangan ini bisa
tercapai baik Pemerintah, Peneliti, Industri Strategis dan tentunya
adalah masyarakat Indonesia. Saat ini sebagai penulis saya sangat sedih
dengan kenyataan yg terjadi seperti adanya Political Will dalam
pengembangan, anggaran yg tidak menunjukan komitmen dan kurangnya
pengetahuan masyarakat kita tentang ilmu antariksa. Yuk kita berdoa,
semoga para peneliti kita diberikan ketabahan untuk terus mengembangkan
dan mengejar ketinggalan kita dan juga menjadikan negara kita sebagai
bangsa yg diperhitungkan. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan yg
baik dan selalu menjaga peneliti kita, Amiieenn…
(Jalo and Friends)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar