Senin, 28 April 2014

Sea Trial Perdana KRI Bung Tomo-357



LONDON-(IDB) : Suhu udara dan terpaan angin yang kencang menusuk tulang belulang, jam saat itu telah menunjukan pukul 21.30 local time bersamaan dengan pergerakan sejumlah cawak KRI Bung Tomo 357 mengikuti pelayaran perdana dengan MRLF (Multy Role Lihgt Fregate) KRI Bung Tomo-357 yang akan melaksanakan sea trial di Royal Navy Exercise Area perairan Glasgow, Inggris, Senin (7/4).

Sebelum menuju laut lepas, Dansatgas Kolonel Laut (P) Nyoman Sudihartawan beserta para Perwira Pengawas memberikan briefing kepada crew yang akan mengikuti sea trial.  Mr Manfred Knore selaku Manager Proyek dari Lursen juga turut serta dalam kegiatan tersebut. Diperkirakan jam 02.30 dinihari waktu setempat, dimana pasang tertinggi terjadi dan sejumlah pintu dock dapat dibuka untuk melepas kapal yang akan berlayar ke lautan lepas.

Setelah melewati pintu terakhir kapal melesat ke arah utara menuju perairan Glasgow. Analisa performa terhadap kinerja IPMS (Integrated Platform Management System) oleh Mr.Prasad Shiva selaku programer yang didatangkan khusus dari Kanada mulai dilaksanakan, keempat MPK (Mesin Pendorongan Pokok) diuji kemampuannya pada berbagai balingan apakah hal tersebut dapat dikontrol oleh program yang telah dilaksanakan up gradding beberapa waktu sebelumnya.

Kesempatan Sea Trial tersebut diutamakan untuk melaksanakan pengecekkan terhadap performa system pendorongan termasuk system control IPMS dimanfaatkan untuk memahami karakter kapal oleh para Cawak (Calon Awak Kapal). Pengujian Crash Stop dari Full Ahead langsung Full Astern dilaksanakan untuk mengetahui diameter taktis kapal dan menguji kehandalan, kapal maju penuh dengan menggunakan 4 (empat) MPK mencapai 30 knot dan crash stop sampai kapal berhenti pada jarak 650 yard selama 2 menit 30 detik.

Pengambilan data dan pengujian juga dilaksanakan untuk mengukur noise level di ruang ABK belakang guna kepentingan kenyamanan awak dan untuk kepentingan setting IPMS mencari noise level terendah dari berbagai putaran propeller (RPM) dan sudut CPP (Controllable Pitch Propeller) untuk kepentingan peperangan AKS (Anti Kapal Selam).

Ditengah dinginnya udara di Perairan Utara Inggris, Mr. Rorre yang mantan Boostman disalah satu Fregate Royal Navy diminta untuk men drill Pelda Novim Susanto untuk mengoperasikan RHIB (Rigid Hulled Inflatable Boat). Hari terakhir pelaksanaan Sea Trial dilaksanakan untuk melaksanakan kalibrasi speed log dengan referensi menggunakan GPS (Global Positioning System) selanjutnya kapal bergerak ke selatan menuju Barrow in Furness untuk melaksanakan penyempurnaan dan perbaikan terutama pada pipa Heat Exchanger yang perlu dilaksanakan pengecekkan setelah dilaksanakan penggantian sementara di Fairly Quaey.

...Profesionalisme, Discipline, Dedication serta Effort yang ditunjukkan oleh teknisi asing selama berinteraksi lebih dekat di kapal  dalam beberapa aspek perlu kita tiru hal - hal yang kita anggap positif, kedatangan delegasi ke Inggris harus membawa dampak tidak hanya menyerap pengetahuan tentang hal - hal teknis yang ada di kapal namun berinterospeksi kepada diri kita masing - masing apakah kualitas kerja kita  sudah menyamai mereka atau belum, sehingga setiap saat kita selalu memperbaiki diri kita masing – masing. 

Saat ini kita mendapat mandat untuk fokus mempelajari kapal yang harus kita bawa ke tanah air dengan aman dan sukses sekaligus mengemban misi diplomasi angkatan laut di sejumlah negara yang akan kita singgahi, oleh karena itu mari kita songsong tugas itu dengan penuh semangat.....” demikian disampaikan Komandan KRI Bung Tomo-357 Kolonel Laut (P) Yayan Sofiyan, S.T. saat memberikan briefing dan evaluasi kegiatan saat memotivasi anak buahnya.

Kegiatan lainnya yang dilaksanakan setelah Sea Trial MRLF 2 antara lain adalah melaksanakan Classical dan praktek langsung di pesawat - pesawat, dari hasil evaluasi khususnya bidang Platform memang menunjukkan hal yang cukup menggembirakan karena Cawak dapat segera memahami system yang dihadapinya bahkan telah dilaksanakan drill prosedur start stop sejumlah pesawat yang ada di kapal. 
Cawak yang telah hadir di Inggris memang belum seluruhnya, baru 3 (tiga) Kadepsin dari ketiga kapal, 6 (enam) ekspert termasuk Kadep Eka) dan 9 (sembilan Key Personel termasuk Komandan KRI Bung Tomo 357) sisa cawak akan berangkat ke Inggris secara bertahap pada gelombang berikutnya. Untuk memahami secara teknis kapal baru diperlukan konsentrasi khusus sehingga pada saat kaderisasi awak pertama ini diharapkan dapat mentransfer pengetahuannya kepada ABK baru nanti, oleh karena itu setiap malam berbagai permasalahan yang diperoleh dibahas dan didiskusikan di kelas sehingga pemahamannya merata ke seluruh Cawak.

Kegiatan Jam Komandan secara periodik senantiasa dilaksanakan, demikian juga control terhadap cawak yang saat ini masih mengikuti KPPK di Kolatarmatim bukan menjadi hambatan karena dipisahkan jarak ribuan mil, pemanfaatan teknologi informasi berbagai layanan internet menjadi alternatif terpilih.

Sebagian teknisi asing yang dipercaya untuk menyiapkan ketiga kapal tersebut memiliki keahlian yang tidak diragukan lagi. Beberapa diantaranya merupakan ahli dari BAE atau pensiunan Royal Navy yang terjun langsung mengembalikan kesiapan kapal yang relatif belum dioperasionalkan sama sekali, oleh karena itu sebagian spare part perlu dilaksanakan penggantian dan kalibrasi ulang. Cawak mendapatkan kesempatan langka untuk langsung belajar bagaimana membongkar dan memasang serta mengukur silinder head dan setting to work Meriam 76 mm OSRG, Radar Scout / LPI dan AWS 9, EOTs, Sonar serta fire fighting yang ada di kapal.

Kehadiran MRLF melengkapi kekuatan TNI Angkatan Laut dalam waktu dekat diharapkan akan memberikan dampak strategis terhadap kredibilitas Indonesia pada tataran regional maupun global. Bangsa Indonesia telah tidak sabar menanti kehadiran kapal tersebut berlayar di seantero perairan Indonesia maupun dunia mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

....Selamat Berlayar & Bertempur KRI Bung Tomo 357...fair the wind and bond voyage.......”



Kunjungan KASAL Ke Lebanon



Surabaya, 28 April 2014
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim), Laksda TNI Agung Pramono, S.H., M. Hum., dalam kunjungannya bersama Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Dr. Marsetio ke Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/ UNIFIL, turut memberikan semangat kepada para prajurit KRI Frans Kaisiepo (FKO) – 368 saat sandar di pelabuhan Lebanon, Sabtu (26/04/2014).

Dalam kunjungan di KRI jajaran kapal Satuan Eskorta Koarmatim tersebut, Pangarmatim menyampaikan pesan kepada seluruh prajurit Satgas Maritim TNI. “Tetap semangat melaksanakan tugas sebagai bagian Maritime Task Force UNIFIL tahun 2014. Seperti saat kalian menyanyikan Mars Garuda dan Mars KRI FKO. Tunjukkan dengan semangat  sebagai prajurit TNI Angkatan Laut yang handal dan disegani”, pesan Pangarmatim.

Pangarmatim juga berpesan, “Apabila ada kesempatan pesiar bersama agar mengunjungi tempat–tempat bersejarah di Lebanon seperti Byblos, Paraia, dan beberapa tempat menarik lainnya sebagai hiburan dan pengalaman selama penugasan di Lebanon”.

Pada malam harinya,  Kasal dan rombongan menerima jamuan makan malam di kediaman Duta Besar Republik Indonesia untuk Lebanon, Bapak Dimas Samoedra Rum, M.B.A., beserta istri.

Hadir dalam acara tersebut Asisten Pengamanan (Aspam) Kasal Laksda TNI Ir. I Putu Yuli Adnyana, Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di New York Laksma TNI Yos Toto. S, Athan RI di Kairo Kolonel Marinir Ipung Purwadi, Komandan KRI FKO – 368 Letkol Laut (P) Ade Nanno Suwardi.
(Kadispenarmatim Letkol Laut (KH) Drs. Yayan Sugiana)

Kasal Getarkan Bumi Lebanon
Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Dr. Marsetio mengunjungi Satgas Maritim TNI Kontingen Garuda XXVIII-F/United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) saat KRI FKO – 368 sandar di pelabuhan Beirut, Lebanon, Sabtu  (26/04/2014). Dengan penuh semangat, 100 prajurit KRI Frans Kaisiepo (FKO) – 368 menyambut kehadiran pimpinan tertinggi TNI Angkatan Laut tersebut. Kehadiran orang nomor satu dijajaran TNI AL tersebut mampu memberikan suntikan semangat dan menggetarkan hati para prajurit, bahkan menggetarkan bumi Lebanon.

Kedatangan Kasal disambut oleh Komandan KRI FKO – 368 Letkol Laut (P) Ade Nanno Suwardi selaku Dansatgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/Unifil, beserta seluruh peacekeepers Satgas Maritim TNI di geladak KRI FKO - 368. Dalam sambutannya Kasal menuturkan, “Atas nama pimpinan dan keluarga besar TNI AL, saya menyampaikan rasa bangga dapat bertemu serta mengunjungi prajurit KRI Frans Kaisiepo yang saat ini sedang melaksanakan tugas operasi Maritime Task Force di Area of Maritime (AMO) MTF UNIFIL”.

Selanjutnya Perwira Tinggi bintang empat yang aktif menggemakan “World Class Navy” tersebut berpesan kepada seluruh prajurit Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/Unifil agar selalu  tetap meningkatkan kewaspadaan dan keamanan, baik pada saat kapal beroperasi maupun saat kapal sandar di pelabuhan. “Jaga nama baik TNI khususnya TNI AL, bangsa dan negara Indonesia. Laksanakan tugas dengan baik sesuai peran masing–masing prajurit yang tergabung dalam Satgas Maritim TNI ini”, tegas Kasal. Pada kesempatan tersebut, Kasal menyampaikan salam dan pesan dari Panglima TNI kepada seluruh prajurit untuk tetap semangat dan mengucapkan selamat bertugas.

Usai memberi sambutan, Kasal menerima paparan Komandan KRI Frans Kaisiepo–368 di lounge room perwira tentang pelayaran KRI FKO dari tanah air,  melaksanakan misi diplomasi ke beberapa negara yang di singgahi, hingga tiba di daerah operasi Lebanon. Selain itu dijelaskan pula pelaksanaan tugas MTF mulai inchop hingga patroli di AMO. Sejauh ini KRI Frans Kaisiepo–368 telah sukses melaksanakan misi operasi maritim pada ontask pertama dan ontask kedua.

Komandan KRI Frans Kaisiepo–368, mewakili prajurit Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/Unifil, mengucapkan terima kasih dan merasa bangga atas kunjungan Kasal ke KRI FKO–368 di Lebanon. “Merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi kami telah dikunjungi   untuk pertama kalinya oleh pimpinan tertinggi TNI AL. Kunjungan ini akan menambah spirit kami untuk memberikan yang terbaik dalam penugasan Maritime Task Force UNIFIL”, kata Komandan KRI Frans Kaisiepo–368.

Kegiatan kunjungan diakhiri dengan sesi foto bersama dan pemberian plakat dan cenderamata oleh Kasal kepada Komandan KRI FKO – 368. Dalam kunjungannya Kasal di dampingi oleh Asisten Pengamanan (Aspam) Kasal Laksda TNI Ir. I Putu Yuli Adnyana, M.H., Pangarmatim, Laksda TNl Agung Pramono, S.H., M. Hum., Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di New York Laksma TNI Yos Toto. S, Athan RI di Kairo Kolonel Marinir Ipung Purwadi, dan perwakilan Dubes RI untuk Lebanon.



Nasionalisme di batas negeri



Kompasiana (MI) : Atambua, kota kecil yang berada di ujung timur provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi tempat singgah para eks rakyat pro integrasi Indonesia-TimTim. Sekarang ini melihat kondisi perbatasan NKRI selalu identik dengan keterbelkangan dan merujuk ke citra sebagai kawasan daerah tertinggal. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada di daerah tersebut, sangat jauh berbeda dengan gemerlap indah kota besar di Indonesia, katakanlah Surabaya. Kondisi alam yang berada jauh dari hingar bingar kemewahan kota besar membuat kota Atambua menjadi tempat yang sering terlupakan. Kemiskinan, keterbelakangan dan jauh dari kata sejahtera adalah gambaran yang selalu melekat untuk mendeskripsikan bagaimana keadaan kota Atambua dari dulu hingga saat ini. 

Kesejahteraan seolah menjadi isu yang kian disoroti khususnya untuk daerah perbatasan, karena sebagai daerah yang bisa dikatakan terluar dan tertinggal nyaris membuat pemerintah terkadang kurang memperhatikan. Isu lain yang perlu disoroti adalah terkait dengan nasionalisme dan kebangsaan, selalu menjadi kekhawatiran bagi keutuhan NKRI apabila mendengar hal ini. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga yang dulu pernah menjadi bagian dari provinsi Indonesia (Timor Leste), maka perlu adanya pemahaman nasionalisme dan perhatian dari pemerintah agar tidak ada kecemburuan akan perbandingan kesejahteraan antara kedua sisi Negara tersebut. Hal yang perlu diketahui kita bersama, adalah bahwa dengan adanya kehidupan yang berbeda antara Indonesia dengan Timor Leste sebenarnya warga yang hidup di Atambua merupakan eks warga TimTim yang masih memiliki ikatan kekeluargaan serta adat istiadat yang masih kuat. Dengan masih eratnya adat istiadat antara kedua warga Negara yang berbeda ini bisa menjadi masalah ketika ternyata kehidupan di Timor Leste lebih baik dibandingkan dengan kondisi kehidupan di Atambua, hal tersebut akan menjadi kecemburuan warga eks TimTim yang sampai sekarang masih jauh dari kata “Sejahtera” merasa tidak mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia. Kondisi-kondisi yang seperti itulah yang menjadikan kekhawatiran bersama akan nasionalisme yang dimiliki masyarakat Atambua.

Wawasan kebangsaan harus dimiliki oleh setiap warga Negara di Republik ini, bagaimana tidak, apabila masyarakat tidak mengerti tentang bangsanya sendiri hal itu akan menjadi ironi bagi bangsa kita. Banyak kawasan perbatasan di Indoneisa yang kehidupan warganya jauh dari kata sejahtera, mereka hidup dengan kekurangan, jangankan untuk bisa aktualisasi diri seperti kebanyakan dari kita. Untk mendapatkan fasilitas pendidikan, layanan kesehatan dan aktivitas perekonomian yang mapan sama sekali  belum terjamah. Susahnya untuk mendapatkan fasilitas itu karena susahnya akses yang harus ditempuh warga untuk untuk mendapatkan haknya tersebut. Untuk kebutuhan makan sehari-hari, warga menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam dan mengambil hasil bumi yang mereka peroleh dari lahan pertanian maupun perkebunan yang dimiliki warga. Namun itu hanya berlaku bagi mereka yang berada di tempat yang subur untuk ditanami tanaman seperti jagung, pagi, sayur-sayuran, ketela dan lain sebagainya. Untuk masyarakat perbatasan yang tinggal di daerah kering dan minim air, tentunya warga akan kesulitan untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pangan.

Perhatian pemerintah selalu dinanti rakyat Atambua, mereka rela tak pernah lelah untuk selalu bekerja keras dan ikhlas dibawah terik sinar matahari dengan suhu 39’C untuk bisa menghidupi kebutuhan mereka. Namun, setidaknya masyarakat Atambua selalu bersyukur akan potensi alam yang dimiliki, lahan pertanian dengan komoditas jagung sebagai pertanian unggulan menjadikan mayoritas warga menanam jagung dan memang jagung sebenarnya adalah makanan pokok masyarakat Atambua. Disamping itu padi juga ditanam di lahan warga, dan hasilnya dipanen pula untuk dijual ataupun dikonsumsi. Namun, semua lahan pertanian itu tidak bisa dimanfaatkan secara berlanjut, kendala yang juga dialami adalah adanya air yang menjadi hal vital bagi kelangsungan hidup. Pada musim hujan warga bisa memanfaatkan air untuk pengairan lahan sawah untuk ditanami padi, jagung, sayur-sayur namun pada musim kemarau lahan yang akan mereka tanami mengalami kekeringan. Pun begitu, masayarakat masih tetap bersyukur meskipun belum bisa meproduksi hasil pertanian secara optimal, dilain sisi komoditas peternakan juga menjadi salah satu komoditas unggulan yang terdapat di Atambua, kabupaten Belu. Mereka hidup berdampingan dengan sapi, babi, kambing, ayam dan mampu memanfaatkan sumber daya alam itu untuk dikembangkan bagi penunjang aktivitas pereknomian warga. Warga hidup diantara ternak-ternak yang ada dan menyatu dengan alam, sehingga mereka pun menganggap ternak yang ada sebagai teman, dan sapi-sapi yang ada disana pun dianggap sebagai bagian dari adat istiadat.

Kondisi masyarakat yang jauh dari kata sejahtera, bagi warga di Atambua bukan merupakan masalah yang harus disesali. Selama ini dengan kekurangan yang ada  pun mereka masih bisa menikmati hasil alam yang masih terjaga, belum banyaknya campur tangan dalam mengeksploitasi alam secara besar-besaran membuat Atambua yang seperti kota mati, namun menjadi lebih hidup dengan kearifan lokal yang ada didalam jiwa warganya. Kalau ditelusuri lebih dalam, masyarakat Atambua memang masih memegang teguh nilai adat istiadat yang berlaku, dan adat yang ada disana juga tidak pernah padam meskipun arus globaliasai kian derasnya menggempur nilai lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Budaya mereka tidak luntur, dan dengan segala kekurangan yang ada mereka masih sempat dan pandai untuk bersyukur. Budaya masih mengingat leluhur mereka curahkan dalam pesta dan upacara adat, tak lupa mereka gantungkan hidupnya dengan berdoa di Gereja sebagai tempat peribadatan terkahir untuk memohon.

Sistem budaya lokal dan nilai-nilai yang melekat sebagai kearifan lokal masih terjaga menjadi kekuatan tersendiri dalam mengarungi kehidupan. Interaksi antar warga pun masih terlihat dengan adanya gotong-royong (penyalur tenaga) dan kehidupan mereka yang sebagian besar menjadi petani menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian sehari-hari. Menjadi petani memang pilihan utama yang harus mereka tekuni, karena lahan yang ada disana masih cukup luas untuk menggarap sawah. Akan tetapi, disamping itu juga mencari pekerjaan di Atambua juga tidak semudah yang dibayangkan, tidak seperti di Jakarta. Melihat berapa pabrik yang ada disana, rasanya akan sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan, itulah yang saat ini dialamin oleh mayoritas masyarakat. Tak pelak, banyak lulusan SMA kemudian hanya sebagai pengangguran, hal ini menjadi masalah baru karena ketimpangan strukur ekonomi yang ada disana, tidak seimbanganya pemerataan kesejahteraan antara masyarakat desa dengan kota. Apabila masalah-masalah ini tidak mampu ditangani dengan baik oleh pemerintah, maka dikhawatirkan suatu saat akan menjadi semacam bomb waktu.

Sekali lagi, isu nasionalisme perlu mendapat perhatian dan kepedulian kita bersama, karena apapun yang terjadi persatuan bangsa ini perlu dijaga dengan adanya wawasan kebangsaan disetiap jiwa rakyat Indonesia demi menjaga pertahanan di tapal batas yang menjadi pintu masuk negri ini.


Kamis, 24 April 2014

KRI Banjarmasin jadi tontonan warga Qingdao, Tiongkok



QINGDAO-(IDB) : Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banjarmasin yang sedang sandar di pelabuhan Kota Qingdao, Provinsi Shandong, Tiongkok, untuk mengikuti latihan maritim multilateral menjadi tontonan warga setempat.

Warga Qingdao sejak Selasa pagi mengantre di pintu masuk dermaga dua dan tiga Pelabuhan Qingdao untuk melihat KRI Banjarmasin dan enam kapal perang lain yang lego jangkar di sana.

Usai menunjukkan tiket gratis dan identitas diri kepada petugas di pos pengecekan, mereka bergegas menuju kapal-kapal perang yang sandar, termasuk di antaranya KRI Banjarmasin.

Anak-anak dan orang dewasa mengantre di depan tangga kapal sebelum petugas Angkatan Laut setempat mempersilakan mereka masuk ke kapal.

Beberapa warga berfoto di depan helikopter Bell-412 di geladak KRI Banjarmasin, yang kemudian ditutup untuk pengunjung.

"Kapalmu sangat besar dan indah," kata Wu Shing (50) usai mengelilingi kapal buatan PT PAL tersebut.

Selain berkeliling, para pengunjung juga menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan beberapa kru kapal dan taruna Akademi Angkatan Laut yang sedang mengikuti Kartika Jala Krida 2014.

Mereka juga meminta tanda tangan kru, awak dan taruna yang mereka temui, dan meminta tanda mata, apapun itu.

Selain mengikuti latihan maritim multilateral, KRI Banjarmasin juga menlakukan kegiatan Kartika Jala Krida (KJK) 2014 yang diikuti taruna tingkat II Angkatan 61 yang berjumlah 89 orang.

Lazimnya muhibah ke beberapa negara, para taruna Akademi Angkatan Laut yang mengikuti kegiatan itu mempromosikan budaya Indonesia dan memainkan drumband di dermaga 2.

KRI Banjarmasin diawaki 132 personel serta 10 personel pengasuh taruna Akademi Angkatan Laut.

KRI Banjarmasin merupakan salah satu kapal yang dirancang sebagai kapal pendukung operasi amfibi, yang memiliki kemampuan mengangkut pasukan pendarat berikut kendaraan tempur beserta kelengkapannya.

Kapal tersebut juga mampu mengangkut lima helikopter (tiga unit di geladak heli, dua unit di hanggar).

Selain sebagai kapal tempur, kapal berteknologi desain semi-siluman ini juga berfungsi untuk mendukung operasi kemanusiaan serta penanggulangan bencana alam.

KRI Banjarmasin akan tampil dalam parade kapal perang di Qingdao bersama puluhan kapal perang dari sekitar 20 negara.